Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Review Acara: Solo International Culinary Pameran 2013

 Adakah dari sobat pembaca sekalian ini yang menyambangi program Solo International Culinary Review Acara: Solo International Culinary Festival 2013
Soto Gerabah di Solo International Culinary Festival 2013

Hola-hola sobat sekalian!
Adakah dari sobat pembaca sekalian ini yang menyambangi program Solo International Culinary Festival 2013, atau kalo dibahasa Indonesia-in jadi bazar masakan internasional Solo 2013?

Ada?
Gimana? 
Enak-enakkah kuliner yang dipamerkan? 
Seru nggak tu acara?

Acaranya: Makan-makan!
Okelah, saya mau dongeng perihal program ini nih. Langsung saja, kemarin hari Minggu malam saya berkunjung ke event masakan tahunan yang disponsori oleh Pemkot Solo ini. Seperti biasa, teman saya si Wahyu masih setia mendampingi saya menikmati acara-acara istimewa menyerupai Solo International Culinary Festival 2013 menyerupai yang akan saya ceritakan ini.

Lagi-lagi Benteng Vastenburg, pujian wong Solo ini ketempatan acara-acara istimewa kota Solo. Good job, harus terus dikampanyekan daerah Benteng Vastenburg ini semoga tetap jadi benteng pujian wong Solo. Bagus kan acara-acara berkualitas kini diadain di tempat ini. Termasuk Solo Culinary Festival 2013. Lho, katanya Solo International Culinary Festival 2013? Kenapa jadi Solo Culinary Festival 2013??

Nah mau tau kenapa? Pantengin terus ezon7 FM ya pendengar. Belagak kaya penyiar radoi eh radio nih ceritanya :D


 Adakah dari sobat pembaca sekalian ini yang menyambangi program Solo International Culinary Review Acara: Solo International Culinary Festival 2013
Kalender Event Kota Surakarta Oktober 2013

International Itu Apa Sih, Kakak?

Saya tiba ke tempat program sekitar jam 6 an. Masih inget, lha wong itu masih maghriban gitu kok. Sampai di halaman benteng (venue acara) ini ternyata masih sepi pengunjung. Padahal saya kira orang-orang sudah pada ngantri berdesak-desak gitu. Wah, berati malah lezat nih sayanya. Kan sanggup makan kuliner gratis lebih banyak dan leluasa nih. Saya sudah bayangin bakal nyari kuliner yang aneh-aneh ah. Kali aja ada kuliner Vietnam, Liberia atau mungkin Suriname gitu.

Ternyata saya harus kecewa sehabis melihat papan informasi di bersahabat pintu masuk. Kenapa? Karena ternyata nggak ada satupun stand dari mancanegara. Semuanya dari Solo, kuliner jowo dari Solo, tempat-tempat makan dari Solo pula. Lah, kenapa dulu saya dapet infonya International yah? Padahal saya sanggup info dari banner di mall dan tempat-tempat publik, termasuk juga dari media umum yang menyatakan bahwa pada tanggal 12-13 Oktober bakal diadakan Solo International Culinary Festival 2013. Lantas kenapa jadi Solo Culinary Festival 2013?

Nah lo, salah siapa coba?
Mungkin memang acaranya diubah mendadak. Atau jangan-jangan tukang cetak MMT nya yang salah ketik nih. Waduuhh. Apa saya yang salah mengartikan ya? Tapi jujur saja kata International itu ambigu.


Beneran Gratis nih?
Setelah berjalan beberapa langkah, ternyata saya harus kecewa lagi.

Eh napa lagi si lu?

Gini-gini sob. Kan berdasarkan info di FP kota solo di facebook dikatakan kalo makanan-makanan yang dipamerin itu bakalan gratis tuh. Nah, ternyata nggak ada satupun stand yang gratisan euy! Semuanya berbayar, ada yang terus terang pasang daftar harga di depan stand, ada pula yang nggak berani pasang daftar harga di depan stand mereka. Tau kenapa? Karena yang nggak berani pasang harga itu biasanya bakalan ngepruk harga, alias ternyata harganya relatif mahal.

Ah masa sih?

Lanjut dulu deh bacanya lanjut.

Dengan meredam bunyi perut keroncongan, saya bersama teman saya mengelilingi venue program tersebur. Berharap ada stang yang gratisan. Tapi rupanya saya harus berputus asa dan mendamparkan diri di sebuah stand soto. Lapar, pesan deh dua mangkuk soto, satu es teh manis dan satu es jeruk.

Stand soto tersebut berasal dari Soto Gerabah Solo. Mereka menamai soto mereka gerabah alasannya memang mereka memakai gerabah sebagai wadah soto dan minumannya. Enak sih, wadah gerabahnya-pun memberi citarasa tersendiri. Rasanya juga tergolong enak.

Nggak terlalu usang duduk menyantap soto, saya dan teman sayapun pribadi menuju pelayan untuk membayar. Dan, eng ing eng... Dua mangkuk soto, satu es teh manis dan satu es jeruk dengan suplemen dua biji gorengan dilabeli dengan harga 35.000 Rupiah (Tiga puluh lima ribu rupiah). Harap diingat, ini bukan Jakarta dan berdasarkan saya dua porsi soto dengan harga segitu tergolong kemahalan di Solo. Biasanya ga bakal lebih dari dua puluh ribu rupiah. Ternyata saya kena jebakan betmen.

Dengan hati agak dongkol saya membayar dan pribadi ngeloyor. Tapi saya juga nggak sanggup protes dong, mungkin memang salah saya sendiri alasannya nggak tanya harganya dulu alasannya nggak ada daftar harga yang terpasang di stand mereka. Rasa dongkol itu bertambah sehabis melihat harga soto di stand lain cuma 3000 rupiah. Ahh apes.


Kena Jebak (Lagi) Atau Menjebakkan Diri?
Ternyata kami belum kapok juga pengen merasakan masakan di stand lainnya. Setelah memutar satu setengah kali, kami lantas termakan untuk mencoba Sate Mbah Galak yang standnya ada di pojokan. Tapi, ternyata saya masih stress berat juga alasannya nggak ada daftar harga di stand mereka. Ah cari kondusif saja. Go away!
Memang semua penerima pameran berasal dari Solo dan sekitarnya. Yang saya ingat nih, ada Soto Gerabah Solo, Sate Mbah Galak, Bakso Alex, Sosis Kampleng, trus lainnya saya lupa. Banyak banget sih soalnya.
Akhirnya saya dan teman saya berkeputusan untuk mencoba kudapan saja. Kan harganya lebih murah, cocok untuk mahasiswa kost menyerupai kami ini yang haris bakir mengirit uang.

Akhirnya pilihan kami jatuh pada kudapan berbentuk sosis yang disediain di stand Sosis Ngampleng. Tunggu, mana tuh daftar harganya? Ah itu dia, ada selembar kertas yang ditempel di meja depan. Karena gelap dan tulisannya kecil, maka saya harus mendekat hingga hingga di depan meja. Tanpa basa-basi lagi, saya cuma mau ngomong harganya 15 ribu rupiah buat setusuk besar sosis bakar.

Setengah terpaksa, karenanya saya memesan satu tusuk dengan bumbu yang pedas sekali. Itupun alasannya saya aja yang terlalu gengsi buat bilang "eh nggak jadi deh." :D Setelah bertransaksi, kamipun melangkah gontai menyerupai orang yang kalah judi. "Yah, kapok nih sama program ginian saya. Bisa-bisa besok nggak makan nih," kira-kira gitu deh dialog saya sama teman saya.

Tak jauh dari situ ada dua food court lesehan dan sebuah panggung yang masih kosong. Dengan hati yang diikhlas-iklasin kami membuka bungkus kertas sosis bakar itu. Besar memang, dengan aroma yang menggiurkan tentunya. Dan dengan harga yang ngampleng pula. Hiks

Ternyata penderitaan kami belumlah usai. Karena ternyata nggak jauh dari tempat kami duduk ada pula yang menjual sosis bakar. Berapa harganya? Seribu rupiah.
Well, no comment!!!

Nggak lebih dari 5 menit kami sudah melahap habis sosis bakar dari Sosis Ngampleng. Enak memang, daging sosis dan bumbunya tak sanggup dipungkiri memang mantap bin ngampleng. Sialnya, ekspresi dan pengecap kami berkata "we want more!" Idiihh


Mungkin Pelajar Cuma Bisa Makan Makanan Pelajar Juga
Dalam legitimasi hati (tunggu, legitimasi apaan sih?) Emm, maksudnya kegalauan gitu lah, karenanya tercetuslah ilham untuk memanjakan pengecap kami yang masih ingin menari-nari ini. Mendingan saya beli sosis bakar yang seribuan itu aja, tuh sama-sama sosis juga kan? Nggak pake usang saya pribadi menuju stand paling berisik yang berada di bersahabat pintu masuk/keluar. Melihat cara mereka berdagang memang menciptakan saya ingin membeli dagangan mereka. Mereka yang tampaknya belum dewasa sekolah itu memperlihatkan bakso dan sosis bakar mereka dengan semangat 45. Lucu deh.

"Beli dong, boleh kan?" Kata saya.
Mereka lantas menjawab dengan bunyi dan senyum malu-malu, "Boleh dong mas, mau apa? Sosis atau bakso bakar? Yang jual sekalian dibeli juga boleh!" Weleh. Saya sih cuma nyengir aja, sambil berkata dalam hat, "gw beli beneran nyaho lu!" :D :D

Saya cuma membeli 5 tusuk saja. Yah buat nurutin pinta si lidah. Eh ternyata bumbu pedas dari Sosis Ngampleng masih tersisa cukup banyak, tidak mengecewakan sanggup buat bikin sosis ngampleng bajakan. Tanpa dikomando, kamipun pribadi menyerbu sosis bakar ronde kedua itu.

Dengan harga 1:15 itu cukuplah mengobati rasa dokol kami dengan daftar harga yang hanya kelihatan dari bersahabat di stand Sosis Ngampleng. Walaupun rasa dan porsi memang jauh dibawahnya.

 Adakah dari sobat pembaca sekalian ini yang menyambangi program Solo International Culinary Review Acara: Solo International Culinary Festival 2013
Yang Murah Juga Tetap Bisa Meriah


Mari Budayakan Buang Sampah Pada Mana Tempatnya
Setelah semua sosis bakar itu habis, datanglah duduk kasus gres buat saya. Apalagi sehabis membaca sebuah papan gantung di foot court lesehan yang bertuliskan "Buanglah sampah pada tempatnya." Dan masalahnya adalah: Tempatnya manaaa? Gubrakkk!

Karena saya nggak berhasil menemukan tempat sampah. Dan nggak menemukan petunjuk keberadaan tempat sampah, maka saya kumpulkan saja sampah-sampah itu di foot court. Bukannya gaya, tapi saya memang nggak suka menyampah. Dan yang sanggup saya lakukan buat mengubah budaya buang sampah bangsa Indonesia yaitu mulai dari diri sendiri. Iya nggak.  Plokplokplok :D :D

Lidah, ekspresi dan perut sudah cukup manja-manjanya. Untungnya mereka pengertian dengan jeritan hati si dompet dengan katakan tidak pada keserakahan. Haiishh :D


Makanan Buat Kuping
Nah ini beliau penghidup suasananya gres akan tersaji. Hiburan dari dua penyanyi sinden, seorang penabuh kendang, dan siter mulai melantunkan tembang-tembang jawi yang menyejukkan hati.

 Adakah dari sobat pembaca sekalian ini yang menyambangi program Solo International Culinary Review Acara: Solo International Culinary Festival 2013
Sinden Yang Bikin Nglaras Roso


Sepasang MC yang kocak cukup menghibur para penonton dengan celotehan lucunya. Diselipi juga dengan pengumuman dan pembagian hadiah untuk para pemenang lomba masak se kota Solo. Sayangnya hanya tiga yang hadir mendapatkan penganugerahan itu di tempat acara.

Disusul kemudian orkes keroncong yang mengajak kita bernostalgia dan beromansa. Sayangnya setup peralatan mereka terlalu lama, jadi - lucunya MC hingga kehabisan kata-kata lantas ngeloyor pergi sebelum alat siap semua. Weww :D Saya beberapa kali melongok ke aneka macam penjuru arah dan saya lihat pengunjung bertambah ramai. Wah skukurlah, jadi lebih meriah. Saya-pun duduk di dingklik penonton panggung hiburan paling depan.

Untungnya di beberapa tempat, menyerupai di food cort ada layar yang cukup besar untuk menampilkan atraksi-atraksi panggung. Makara buat yang nggak di depan panggungpun sanggup tetap menikmati. Cuma sayangnya pengambilan gambarnya terkadang kurang halus.

Dan yang terakhir di panggung hiburan tampaknya ada persembahan orkes melayu atau mungkin grup lagu nostalgia. Saya nggak sempat melihat alasannya sudah cukup malam untuk kami pulang.

Opini Saya (Saran dan Kritik)
Akhirnya kamipun pulang dengan meninggalkan segenggam keinginan pada event semacam ini kelak. Boleh dong saya sebagai pengunjung yang budiman ini memberi saran serta kritik yang membangun. Sederhana saja, semoga program menyerupai ini sanggup lebih baik lagi kedepannya. Untuk kali ini secara keseluruhan sudah baik dan saya kasih nilai 7 :D

Saya beri catatan bahwa memang saya berkunjung hanya pada hari Minggu malam saja, dari jam 6 hingga sekitar jam 10 malam. Setidaknya kritik dan saran ini berasal dari pengunjung pada ketika itu dengan latar belakang masyarakat biasa dengan kantong anak kost. Mari kita tulus mendapatkan yang baik biar tetap baik dan yang jelek biarlah buruk. Lho? Iya dong, kalo kita nggak mau mengakui sesuatu yang jelek gimana kita sanggup memperbaikinya?

Okay, pribadi aja ah

Harapannya adalah: satu: Ketuhanan Yang Maha Esa hehee. 
  • Maksud saya, yang pertama itu kalau emang nggak memungkinkan digratisin gaimana kalau diberi harga murah. Yah separuh harga atau gimana gitu, kan ada sponsornya tuh. Masa Pemerintah Kota dengan event organizer setenar itu nggak sanggup sih?
  • Lalu yang kedua: kalau emang panitia ingin venuenya higienis dari sampah, maka goresan pena peringatan dan perhatian dari mc perlu ditambah dengan info yang memperlihatkan dimana gerangan para tempat sampah berada. Entah diberi goresan pena yang terperinci dan juga disampaikan secara lisan dengan jelas. Nggak cuma higienis pada ketika itu saja lho, tapi juga sanggup jadi pendidikan untuk masyarakat kita.
  • Tiga: Publikasi yang berbeda dengan kenyataannya sanggup membingungkan masyarakat. I have no idea perihal mengapa program itu berganti judul (yang semula Solo International Culinary Festival 2013 di brosur, banner sosial media dll menjelma jadi Solo Culinary Festival 2013 di tempat acara) apa itu hanya judulnya saja atau memang berubah konsep? Juga perihal jam program perlu untuk diperjelas lagi.
  • Empat: Saya sebagai pengunjung bantu-membantu gundah membedakan antara mana pengunjung dan mana panititia. Mungkin panitia dress code-nya batik yah? Tapi pengunjung juga banyak yang pakai batik. Mungkin kalau ditambah asesoris suplemen dan kokart sanggup memudahkan pengunjung kalau hendak mencari panitia kalau terjadi apa-apa. Saya juga nggak tau dimana stand informasi berada. Kalo ada anak ilang gundah lho tuh.
  • Lima: Tentang penyiraman lahan pada ketika program sudah ramai pengunjung saya rasa perlu dibenahi. Lalu para penyaji panggung hiburan dilayanin dong tuh, dikasih minum dan snack sedikitnya. Masa cuma akua gelas dua buat berempat sih? Kasian dong. Bagaimanapun, walaupun mereka dibayar - mereka sudah sangat membantu meriahnya program lho.

Saya pikir itu aja yang jadi saran dan kritik. Semoga bazar masakan Solo sanggup lebih jago di tahun-tahun mendatang ya. Terimakasih untuk Pemkot kota Solo, para sponsor dan panitia yang meng-organize program ini dengan baik. Maaf bila ada salah-salah kata yang menyinggung para pembaca sekalian. 
Salam jempol keriting! ezon7.blogspot.com