Badan Pengawas Keuangan Negara (Bpk), Sejarah, Kiprah Dan Wewenang Bpk, Syarat Keanggotaan, State Financial Supervisory Agency.
Pengertian Badan Pengawas Keuangan (BPK).
Secara historis terbentuk pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara dikota Magelang. Dasar pembentukannya ialah Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 merujuk pada Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memutuskan bahwa untuk mengusut tanggung jawab ihwal Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil investigasi itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (disingkat BPK RI) ialah forum tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang mempunyai wewenang mengusut pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut Undang-Undang Dasar 1945, BPK merupakan forum yang bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden. Anggota BPK sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau komitmen berdasarkan agamanya yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung .
Secara historis terbentuk pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara dikota Magelang. Dasar pembentukannya ialah Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 merujuk pada Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memutuskan bahwa untuk mengusut tanggung jawab ihwal Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil investigasi itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (disingkat BPK RI) ialah forum tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang mempunyai wewenang mengusut pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut Undang-Undang Dasar 1945, BPK merupakan forum yang bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden. Anggota BPK sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau komitmen berdasarkan agamanya yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung .
Sejarah Badan Pengawas Keuangan (BPK).
Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memutuskan bahwa untuk mengusut tanggung jawab ihwal Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil investigasi itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama ialah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai kiprah dan kewajibannya dalam mengusut tanggung jawab ihwal Keuangan Negara, untuk sementara masih memakai peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan kiprah Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.
Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 kawasan kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Dasar Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.
Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibuat Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA).
Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 ihwal pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara di kota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama ialah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai kiprah dan kewajibannya dalam mengusut tanggung jawab ihwal Keuangan Negara, untuk sementara masih memakai peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan kiprah Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.
Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 kawasan kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibu kotanya di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Dasar Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.
Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibuat Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA).
Dengan kembalinya bentuk Negara menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang berada di Bogor semenjak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor.
Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekret Presiden RI yang menyatakan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), lalu kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap memakai ICW dan IAR.
Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga sanggup menjadi alat kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang lalu diganti dengan Undang-Undang (PERPU) No. 6 Tahun 1964 ihwal Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru.
Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain memutuskan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan investigasi dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri.
Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari kiprah BPK RI perlu diubah dan risikonya gres direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam masa Reformasi kini ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapat pertolongan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai forum pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya forum pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai forum yang independen dan profesional.
Untuk lebih memantapkan kiprah BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK RI dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 telah diamendemen. Sebelum amendemen BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5) lalu dalam Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 dikembangkan menjadi satu penggalan tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat.
Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang - Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu;
Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama ialah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai kiprah dan kewajibannya dalam mengusut tanggung jawab ihwal Keuangan Negara, untuk sementara masih memakai peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan kiprah Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.
Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 kawasan kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Dasar Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.
Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibuat Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA).
Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 ihwal pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara di kota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama ialah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai kiprah dan kewajibannya dalam mengusut tanggung jawab ihwal Keuangan Negara, untuk sementara masih memakai peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan kiprah Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.
Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 kawasan kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibu kotanya di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Dasar Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.
Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibuat Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA).
Dengan kembalinya bentuk Negara menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang berada di Bogor semenjak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor.
Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekret Presiden RI yang menyatakan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), lalu kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap memakai ICW dan IAR.
Baca Juga
- Pengertian Nilai Ideal, Nilai Instrumental, Nilai Praksis, Nilai Yang Terkandung Pada Setiap Sila Pancasila.
- Struktur Anggota Tubuh Pengawas Keuangan Negara (Bpk), Structure Of Members Of The State Financial Supervisory Board.
- Tata Urutan Peraturan Perundang - Permintaan Di Indonesia Serta Gambar Piramida Urutan Perundangan.
Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain memutuskan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan investigasi dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri.
Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari kiprah BPK RI perlu diubah dan risikonya gres direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam masa Reformasi kini ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapat pertolongan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai forum pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya forum pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai forum yang independen dan profesional.
Untuk lebih memantapkan kiprah BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK RI dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 telah diamendemen. Sebelum amendemen BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5) lalu dalam Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 dikembangkan menjadi satu penggalan tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat.
Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang - Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu;
- UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara
- UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
- UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Tugas dan Wewenang Badan Pengawas Keuangan (BPK).
Tugas Badan Pengawas Keuangan (BPK).
BPK bertugas mengusut pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan forum atau tubuh lain yang mengelola keuangan negara.
Wewenang Badan Pengawas Keuangan (BPK).
Dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang:
- menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, memilih waktu dan metode investigasi serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan;
- meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan forum atau tubuh lain yang mengelola keuangan negara;
- melakukan investigasi di kawasan penyimpanan uang dan barang milik negara, di kawasan pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata perjuangan keuangan negara, serta investigasi terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara;
- menetapkan jenis dokumen, data, serta info mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK;
- menetapkan standar investigasi keuangan negara setelah konsultasi dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib dipakai dalam investigasi pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
- menetapkan instruksi etik investigasi pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
- menggunakan tenaga jago dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK;
- membina jabatan fungsional Pemeriksa;
- memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan; dan
- memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.
Keanggotaan Badan Pengawas Keuangan (BPK).
BPK mempunyai 9 orang anggota, dengan susunan 1 orang Ketua merangkap anggota, 1 orang Wakil Ketua merangkap anggota, serta 7 orang anggota. Anggota BPK memegang jabatan selama 5 tahun, dan sesudahnya sanggup dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Ketua dan Wakil Ketua BPK dipilih dari dan oleh Anggota BPK dalam sidang Anggota BPK dalam jangka waktu paling usang 1 (satu) bulan terhitung semenjak tanggal diresmikannya keanggotaan BPK oleh Presiden. Ketua dan Wakil Ketua BPK terpilih wajib mengucapkan sumpah atau komitmen berdasarkan agamanya yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.
Syarat Keanggotaan Badan Pengawas Keuangan (BPK).
Untuk sanggup dipilih sebagai Anggota BPK, calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- warga negara Indonesia;
- beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
- berdomisili di Indonesia;
- memiliki integritas etika dan kejujuran;
- setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- berpendidikan paling rendah S1 atau yang setara;
- tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan aturan tetap alasannya melaksanakan tindak pidana yang diancam dengan eksekusi 5 (lima) tahun atau lebih;
- sehat jasmani dan rohani;
- paling rendah berusia 35 (tiga puluh lima) tahun;
- paling singkat telah 2 (dua) tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara; dan
- tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan aturan tetap.
Struktur Anggota Badan Pengawas Keuangan Negara (BPK), silahakn click https://vaperiana.blogspot.com/search?q=struktur-anggota-badan-pengawas