Kewajiban Berbakti Dan Menghormati Orang Tua, Dalil Al Qur'an Dan Hadist, Manfaat Berbakti Kepada Orang Tua, Dutiful To Parents.
Orang renta dalam islam kedudukannya sangatlah tinggi. Mereka mempunyai hak - hak khusus dari seorang anak. Seorang anak itu haruslah berbakti dan berbuat baik kepada orang tua, mengasihi, menyayangi, menghormati, mendoakan, taat, dan patuh terhadap apa yang mereka perintahkan, termasuk melaksanakan hal-hal yang mereka sukai ialah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap anak kepada orang tuanya. Dalam islam berbaut baik kepada kedua orang renta itu dikenal denga istilah birrul walidain.
Kedudukan Berbakti Kepada Kedua Orang Tua dalam Islam.
Islam menjadikan berbakti kepada kedua orang renta sebagai sebuah kewajiban yang sangat besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika ditanya wacana amal-amal saleh yang paling tinggi dan mulia,
“Shalat sempurna pada waktunya … berbuat baik kepada kedua orang renta … jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lihatlah … betapa kedudukan orang renta sangat agung dalam Islam, sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menempatkannya sebagai salah satu amalan yang paling utama. Lalu, sudahkah kita berbakti kepada kedua orang tua?
Seorang pria bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ibumu.” Laki-laki itu bertanya kembali, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Lagi-lagi dia menjawab, “Ibumu.” Orang itu pun bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Maka dia menjawab, “Ayahmu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keutamaan Berbakti Kepada Orang Tua dan Pahalanya.
1. Merupakan Amal Yang Paling Utama
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata.
سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: اَلصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا، قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: بِرُّالْوَالِدَيْنِ، قَالَ: قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
“Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling utama?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya).’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’ [2]
2. Ridha Allah Bergantung Kepada Ridha Orang Tua.
Sesuai hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ، وَسُخْطُ الرَّبِّ فِي سُخْطِ الْوَالِدِ
“Darii ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang renta dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua” [3]
3. Berbakti Kepada Orang Tua Dapat Menghilangkan Kesulitan Yang Sedang Dialami.
Yaitu, dengan cara bertawassul dengan amal shalih tersebut. Dalilnya ialah hadits riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya.
4. Akan Diluaskan Rizki dan Dipanjangkan Umur.
Sesuai sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan di-panjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyam-bung silaturrahimnya.” [5]
Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan ialah silaturahmi kepada orang renta sebelum kepada yang lain. Banyak di antara saudara-saudara kita yang sering berkunjung kepada teman-temannya, tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang, bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil, dia selalu bersama orang tuanya. Sesulit apa pun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua, lantaran erat kepada keduanya -insya Allah- akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan umurnya.
5. Akan Dimasukkan Ke Surga Oleh Allah ‘Azza wa Jalla.
Berbuat baik kepada orang renta dan taat kepada keduanya dalam kebaikan merupakan jalan menuju Surga. Sedangkan durhaka kepada orang renta akan menjadikan seorang anak tidak masuk Surga. Dan di antara dosa-dosa yang Allah ‘Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia ialah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, kalau seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya, Allah akan menghindarkannya dari banyak sekali malapetaka, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla dan akan dimasukkan ke Surga.
Bentuk - Bentuk Berbakti Kepada Orang Tua.
- Bergaul bersama keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberi kegembiraan kepada seseorang mukmin termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberi kegembiraan kepada orang renta kita
- Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut. Hendaknya dibedakan tabiat ber-bicara antara kepada kedua orang renta dengan ke-pada anak, sahabat atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua.
- Tawadhu’ (rendah hati). Tidak boleh kibr (sombong) apabila sudah meraih sukses atau memenuhi jabatan di dunia, lantaran sewaktu lahir, kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan, kita diberi makan, minum, dan pakaian oleh orang tua.
- Memberi infaq (shadaqah) kepada kedua orang tua, lantaran pada hakikatnya semua harta kita ialah milik orang tua. Oleh lantaran itu berikanlah harta itu kepada kedua orang tua, baik ketika mereka minta ataupun tidak.
- Mendo’akan kedua orang tua. Di antaranya dengan do’a berikut:
رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيْرًا
“Wahai Rabb-ku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku sewaktu kecil.”
Seandainya orang renta masih berbuat syirik serta bid’ah, kita tetap harus berlaku lemah lembut kepada keduanya, dengan cita-cita supaya keduanya kembali kepada Tauhid dan Sunnah. Bagaimana pun, syirik dan bid’ah ialah sebesar-besar kemungkaran, maka kita harus mencegahnya semampu kita dengan dasar ilmu, lemah lembut dan kesabaran. Sambil terus berdo’a siang dan malam supaya orang renta kita diberi petunjuk ke jalan yang benar.
Dalil Alqur'an dan Hadist wacana Kewajiban Berbakti kepada Orang tua.
Dalil Al-Qur'an dan Hadits Kewajiban Berbakti Kepada Kedua Orang Tua - Wajib ialah sesuatu yang benar-benar harus dikerjakan. Apabila tidak maka yang bersangkutan akan mendapatkan konsekuensinya.
Dalil Alqur'an wacana kewajiban berbakti kepada orang tua.
Allah memerintahkan dalam Al-Qur’an supaya berbakti kepada kedua orang tua. Mengenai wajibnya seorang anak berbakti kepada orang tua.
Allah berfirman di dalam surat Al-Isra’ ayat 23-24.
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Artinya :
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada insan janganlah ia beribadah melainkan hanya kepadaNya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang renta dengan sebaik-baiknya. Dan kalau salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut disisimu maka janganlah katakan kepada keduanya ‘ah’ dan janganlah kau membentak keduanya” [Al-Isra : 23]
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Artinya :
“Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang. Dan katakanlah, “Wahai Rabb-ku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil” [Al-Isra : 24]
Q.S. Ash-Shaffat Ayat 102
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ
Artinya:
Maka tatkala anak itu hingga (pada umur sanggup) berusaha tolong-menolong Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya saya melihat dalam mimpi bahwa saya menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (Q.S.Ash-Shaffat:102)
Ayat di atas mengisahkan obrolan antara Nabi Ibrahim as dengan Nabi Ismail as. Ketika itu Nabi Ibrahim sebagai ayah dari anaknya yang berjulukan Nabi Ismail menerima wahyu lewat mimpi. Isinya ialah perintah dari Allah untuk menyembelih anaknya, yakni Ismail as. Sungguh di luar dugaan, anak semata wayang yang selama ini dia dambakan kelahirannya kini harus disembelih. Dengan berat hati dia menceritakan kepada anaknya wacana wahyu tersebut. Dan luar biasa, Nabi Ismail sebagai anak yang berbakti, ia bersedia disembelih lantaran itu merupakan wahyu dari Allah. Nabi Ismail as mau mengorbankan nyawanya demi perintah orang renta dan perintah dari Allah SWT.
Dialog di dalam Q.S. Ash-Shaffat ayat 102 di atas merupakan sebuah pelajaran yang harus diteladani. Melalui ayat tersebut pula Allah SWT bermaksud memberikan pesan kepada seluruh umat insan supaya berbakti kepada orang renta dan selalu taat kepada Tuhannya. Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk selalu mematuhi perintah orang renta selama perintah tersebut tidak menyimpang dari apa yang diperintahkan Allah (ajaran Islam).
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Artinya :
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada insan janganlah ia beribadah melainkan hanya kepadaNya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang renta dengan sebaik-baiknya. Dan kalau salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut disisimu maka janganlah katakan kepada keduanya ‘ah’ dan janganlah kau membentak keduanya” [Al-Isra : 23]
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Artinya :
“Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang. Dan katakanlah, “Wahai Rabb-ku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil” [Al-Isra : 24]
Q.S. Ash-Shaffat Ayat 102
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ
Artinya:
Maka tatkala anak itu hingga (pada umur sanggup) berusaha tolong-menolong Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya saya melihat dalam mimpi bahwa saya menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (Q.S.Ash-Shaffat:102)
Ayat di atas mengisahkan obrolan antara Nabi Ibrahim as dengan Nabi Ismail as. Ketika itu Nabi Ibrahim sebagai ayah dari anaknya yang berjulukan Nabi Ismail menerima wahyu lewat mimpi. Isinya ialah perintah dari Allah untuk menyembelih anaknya, yakni Ismail as. Sungguh di luar dugaan, anak semata wayang yang selama ini dia dambakan kelahirannya kini harus disembelih. Dengan berat hati dia menceritakan kepada anaknya wacana wahyu tersebut. Dan luar biasa, Nabi Ismail sebagai anak yang berbakti, ia bersedia disembelih lantaran itu merupakan wahyu dari Allah. Nabi Ismail as mau mengorbankan nyawanya demi perintah orang renta dan perintah dari Allah SWT.
Dialog di dalam Q.S. Ash-Shaffat ayat 102 di atas merupakan sebuah pelajaran yang harus diteladani. Melalui ayat tersebut pula Allah SWT bermaksud memberikan pesan kepada seluruh umat insan supaya berbakti kepada orang renta dan selalu taat kepada Tuhannya. Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk selalu mematuhi perintah orang renta selama perintah tersebut tidak menyimpang dari apa yang diperintahkan Allah (ajaran Islam).
Q.S. Luqman Ayat 14-15
وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ . وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِى ٱلدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَٱتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّ ۚ ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya:
(14). Dan Kami perintahkan kepada insan (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (15). Dan kalau keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu wacana itu, maka janganlah kau mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kau kerjakan. (Q.S. Luqman:14-15)
Jelas disebutkan pada dalil Q.S. Luqman ayat 14 bahwa Allah memerintah insan untuk berbakti kepada kedua orang tuanya. Di dalam ayat tersebut Allah menjelaskan betapa susah payahnya ibu memperjuangkan kehidupan anaknya. Mulai semenjak dalam kandungan hingga bisa mengenal agama dan dunia. Ibu telah mengandung selama 9 bulan, menyusui anaknya selama 2 tahun, kemudian merawat serta mendidik anaknya. Di tegaskan di dalam ayat "keadaan lemah yang bertambah-tambah", derita di atas penderitaan, susah di atas kepayahan, dan pahit di atas kepahitan. Maka dari itu, kita sebagai anak tidak pantas durhaka kepada orang tua, terutama ibu. Karena merekalah yang memperjuangkan kita sehingga hidup senang menyerupai sekarang.
Pada Q.S. Luqman ayat 15 Allah juga menjelaskan. Kalau pun orang renta mengajak anaknya untuk mempersekutukan Allah, menyuruh berbuat hal yang bertentangan dengan Islam. Kita sebagai anak pun dihentikan membenci apalagi memusuhi mereka. Sebagai anak, kita harus tetap berbuat baik kepada mereka, tetap menjaga hati dan perasaan mereka. Di dalam ayat ini, Allah telah mengingatkan betapa mulianya posisi dan tugas kedua orang tua. Harus tetap berbuat baik walaupun berbeda agama.
An-Nisa ayat 36.
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
Artinya :
“Dan sembahlah Allah dan janganlah menyekutukanNya dengan sesuatu, dan berbuat oke kepada kedua ibu bapak…..” [An-Nisa : 36]
Al-Ahqaaf ayat 15-16.
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Artinya :
” Kami perintahkan kepada insan supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya hingga menyapihnya ialah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah remaja dan umurnya hingga empat puluh tahun, ia berdo’a “Ya Rabb-ku, tunjukilah saya untuk menysukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan supaya saya sanggup berbuat amal yang shalih yang Engkau ridlai, berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya saya bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya saya termasuk orang-orang yang berserah diri” [Al-Ahqaaf : 15]
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَنَتَجَاوَزُ عَنْ سَيِّئَاتِهِمْ فِي أَصْحَابِ الْجَنَّةِ ۖ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ
Artinya :
” Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai akad yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka” [Al-Ahqaaf : 16]
Hadits wacana kewajiban berbakti kepada orang tua.
Dan berikut beberapa Hadits wacana kewajiban berbakti kepada orang tua, antara lain :
Hadits Riwayat Imam Bukhari 5515.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ وَشُعْبَةَ قَالَا حَدَّثَنَا حَبِيبٌ قَالَ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ حَبِيبٍ عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُجَاهِدُ قَالَ لَكَ أَبَوَانِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ
Terjemah:
Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] telah menceritakan kepada kami [Yahya] dari [Sufyan] dan [Syu'bah] keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami [Habib] dia berkata. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Katsir] telah mengabarkan kepada kami [Sufyan] dari [Habib] dari [Abu Al 'Abbas] dari [Abdullah bin 'Amru] dia berkata; seorang pria berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; "Saya hendak ikut berjihad." Beliau kemudian bersabda: "Apakah kau masih mempunyai kedua orang tua?" dia menjawab; "Ya, masih." Beliau bersabda: "Kepada keduanya lah kau berjihad."
(Kitab Hadits Bukhari Bab Adab Nomor 5515 //hadits,net)
Hadits di atas menceritakan wacana seorang pria yang ingin ikut jihad bersama Rasulullah SAW namun ia tidak mampu. Kemudian Rasulullah menegaskan kepadanya untuk berjihad pada kedua orang tua. Hadits tersebut menjelaskan bahwa berbakti kepada orang renta merupakan jihad di jalan Allah.
Jihad di zaman Rasulullah sangat terang maknanya, yakni terjun ke medan pertempuran membela agama Islam memerangi orang kafir. Orang yang terbunuh dalam jihad di hukumi mati syahid dan nirwana ialah jaminannya. Namun bagi mereka yang tidak mampu, Rasulullah menegaskan bahwa berbakti kepada kedua orang renta merupakan jihad di jalan Allah.
Hadits Riwayat Imam Bukhari 5514.
Dan berikut beberapa Hadits wacana kewajiban berbakti kepada orang tua, antara lain :
Hadits Riwayat Imam Bukhari 5515.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ وَشُعْبَةَ قَالَا حَدَّثَنَا حَبِيبٌ قَالَ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ حَبِيبٍ عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُجَاهِدُ قَالَ لَكَ أَبَوَانِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ
Terjemah:
Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] telah menceritakan kepada kami [Yahya] dari [Sufyan] dan [Syu'bah] keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami [Habib] dia berkata. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Katsir] telah mengabarkan kepada kami [Sufyan] dari [Habib] dari [Abu Al 'Abbas] dari [Abdullah bin 'Amru] dia berkata; seorang pria berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; "Saya hendak ikut berjihad." Beliau kemudian bersabda: "Apakah kau masih mempunyai kedua orang tua?" dia menjawab; "Ya, masih." Beliau bersabda: "Kepada keduanya lah kau berjihad."
(Kitab Hadits Bukhari Bab Adab Nomor 5515 //hadits,net)
Hadits di atas menceritakan wacana seorang pria yang ingin ikut jihad bersama Rasulullah SAW namun ia tidak mampu. Kemudian Rasulullah menegaskan kepadanya untuk berjihad pada kedua orang tua. Hadits tersebut menjelaskan bahwa berbakti kepada orang renta merupakan jihad di jalan Allah.
Jihad di zaman Rasulullah sangat terang maknanya, yakni terjun ke medan pertempuran membela agama Islam memerangi orang kafir. Orang yang terbunuh dalam jihad di hukumi mati syahid dan nirwana ialah jaminannya. Namun bagi mereka yang tidak mampu, Rasulullah menegaskan bahwa berbakti kepada kedua orang renta merupakan jihad di jalan Allah.
Hadits Riwayat Imam Bukhari 5514.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ بْنِ شُبْرُمَةَ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ وَقَالَ ابْنُ شُبْرُمَةَ وَيَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَةَ مِثْلَهُ
Terjemah:
Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa'id] telah menceritakan kepada kami [Jarir] dari ['Umarah bin Al Qa'qa' bin Syubrumah] dari [Abu Zur'ah] dari [Abu Hurairah] radliallahu 'anhu dia berkata; "Seorang pria tiba kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sambil berkata; "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak saya berbakti kepadanya?" dia menjawab: "Ibumu." Dia bertanya lagi; "Kemudian siapa?" dia menjawab: "Ibumu." Dia bertanya lagi; "kemudian siapa lagi?" dia menjawab: "Ibumu." Dia bertanya lagi; "Kemudian siapa?" dia menjawab: "Kemudian ayahmu." [Ibnu Syubrumah] dan [Yahya bin Ayyub] berkata; telah menceritakan kepada kami [Abu Zur'ah] hadits menyerupai di atas."
(Kitab Hadits Bukhari Bab Adab Nomor 5514 //hadits,net)
Di lain waktu ada juga seoranglelaki yang mendatangi Rasulullah kemudian bertanya kepada dia wacana orang yang berhak kita muliakan. Lalu Rasulullah bersabda bahwa orang yang paling berhak dimuliakan yaitu "ibu", nama "ibu" disebut dalam hadits tersebut hingga 3 kali gres kemudian menyebut nama "ayah" 1 kali.
Hadits di atas menjelaskan bahwa orang yang paling berhak dimuliakan didunia ini ialah kedua orang tua, dan yang paling utama ialah ibu gres kemudian ayah. Tanpa mengesampingkan tugas seorang ayah, hadits di atas mengambarkan betapa mulia dan besarnya tugas seorang ibu.
Bakti Seorang Anak ketika Orang Tua telah Meninggal.
Terkadang sebagian kita beranggapan bahwa kewajiban berbakti kepada kedua orang renta telah usai ketika orang renta telah wafat. Jika memang demikian, alangkah bakhilnya diri kita. Alangkah singkatnya bakti kita kepada orang renta yang telah mengasuh kita dengan penuh kasih sayang, yang telah mengorbankan siang dan malamnya untuk kebahagiaan sang anak. Seseorang yang telah mengucurkan banyak air mata dan keringat untuk kebaikan sang anak. Lantas, apakah balas kecerdikan kepada mereka akan berakhir seiring berakhirnya kehidupan mereka??
Saudariku … ketahuilah, bahwa dikala sehabis wafat ialah dikala di mana kedua orang renta paling membutuhkan bakti anak-anaknya, yaitu ketika mereka telah memasuki alam barzah. Mereka sangat membutuhkan doa yang baik dan permohonan ampun melalui seorang anak untuk mengangkat kedua telapak tangannya kepada Allah Ta’ala.
Seseorang tiba kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah masih tersisa sesuatu sebagai baktiku kepada kedua orang tuaku sehabis keduanya wafat?” Beliau bersabda, “Ya, engkau mendoakan keduanya, memohonkan ampunan untuk keduanya, menunaikan akad keduanya, memuliakan sahabat keduanya, dan silaturahmi yang tidak tersambung kecuali dengan keduanya.” (HR. Al-Hakim)
Maka yang harus kita lakukan adalah:
- Meminta ampun kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan taubat nashuha (jujur) bila kita pernah berbuat durhaka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup.
- Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.
- Selalu memintakan ampunan untuk keduanya.
- Membayarkan hutang-hutangnya.
- Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari’at.
- Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya.
Faedah Berbakti kepada Kedua Orang Tua.
Berbakti kepada kedua orang renta membuahkan banyak keutamaan. Berikut ini beberapa faedah berbakti kepada kedua orang tua:
Berbakti kepada kedua orang renta membuahkan banyak keutamaan. Berikut ini beberapa faedah berbakti kepada kedua orang tua:
- Dikabulkannya doa (sebagaimana kisah yang telah disebutkan).
- Sebab dihapuskannya dosa besar.
Seorang pria mendatangi Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, saya telah melaksanakan dosa besar. Apakah ada taubat untukku?” Nabi bertanya, “Apakah engkau mempunyai seorang ibu?” Laki-laki itu menjawab, “Tidak.” Nabi bertanya lagi, “Apakah engkau mempunyai seorang bibi?” Ia menjawab, “Ya. “ Nabi bersabda, “Berbaktilah kepadanya.” (HR. Ibnu Hibban)
Berbakti kepada kedua orang renta merupakan penyebab keberkahan dan bertambahnya rezeki.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rezekinya, hendaklah ia berbakti kepada kedua orang tuanya dan hendaklah ia menyambung silaturahmi.” (HR. Ahmad).
Berbakti kepada kedua orang renta merupakan penyebab keberkahan dan bertambahnya rezeki.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rezekinya, hendaklah ia berbakti kepada kedua orang tuanya dan hendaklah ia menyambung silaturahmi.” (HR. Ahmad).
Barangsiapa yang berbakti kepada bapak ibunya maka anak-anaknya akan berbakti kepadanya, dan barangsiapa yang durhaka kepada keduanya maka anak-anaknya pun akan durhaka pula kepadanya.
Tsabit Al-Banany mengatakan, “Aku melihat seseorang memukul bapaknya di suatu tempat. Maka dikatakan kepadanya, ‘Apa-apaan ini?’ Sang ayah berkata, ‘Biarkanlah dia. Sesungguhnya dulu saya memukul ayahku pada kepingan ini maka saya diuji Allah dengan anakku sendiri, ia memukulku pada kepingan ini. Berbaktilah kalian kepada orang renta kalian, pasti belum dewasa kalian akan berbakt kepada kalian.’”
- Ridha Allah terletak pada ridha kedua orang tua, murka Allah pada murka orang tua.
- Diterimanya amal.
Sesorang yang berbakti kepada kedua orang renta maka amalnya akan diterima. Diterimanya amal akan mendatangkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Kalau saya tahu bergotong-royong saya punya shalat yang diterima, pasti saya bersandar kepada hal itu. Barangsiapa yang berbakti kepada kedua orang tuanya, sesungguhnya Allah mendapatkan amalnya.”
Kisah Seorang Anak yang Berbakti kepada Ibunya.
Yahya bin Katsir menceritakan, “Suatu ketika Abu Musa Al-Asy’ari dan Abu Amir radhiyallahu ‘anhuma tiba menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berbaiat kepada dia dan masuk Islam. Ketika itu, dia bertanya, ‘Apa yang kau lakukan terhadap istrimu yang kau tuduh ini dan itu?’ Keduanya menjawab, ‘Kami tinggalkan dia bersama keluarganya.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya mereka telah diampuni.’
‘Mengapa wahai Rasulullah?’ tanya mereka. Beliau menjawab, ‘Karena dia telah berbuat baik kepada ibunya.’ Kemudian dia melanjutkan, ‘Dia mempunyai ibu yang sangat tua. Suatu ketika ada orang yang berseru, ‘Hai, ada musuh yang hendak memporak-porandakan kalian!’ Lalu ia menggendong ibunya yang telah renta itu. Bila kelelahan, ia turunkan ibunya kemudian ia gendong ibunya di depan. Ia taruh telapak kaki ibunya di atas telapak kakinya supaya ibunya tidak terkena panas. Begitu seterusnya hingga risikonya mereka selamat dari sergapan musuh.’”
Saudariku … renungkanlah, bila kita simak kisah di atas lebih mendalam, kita akan mengetahui bahwa berbakti kepada orang tua—terutama ibu—menjadi lantaran kebahagiaan seseorang di dunia dan di akhirat. Maka selayaknya kita berusaha supaya bisa meraih kebahagiaan itu selagi orang renta kita masih hidup. Kemudian bandingkanlah keadaan di zaman kita dengan kisah di atas. Alangkah jauh perbedaannya! Apakah yang memberatkan kita untuk berbakti kepadanya sebagaimana yang telah dilakukan oleh salafush shalih? Apa yang menghalangi kita untuk berbakti kepadanya kalau hal tersebut akan menciptakan kita senang dan menjadi orang yang kaya pahala dan tenteram hatinya?
Sungguh merugi kalau kita mengetahui dekatnya nirwana denganberbakti kepada kedua orang tua, tetapi kita malah melalaikannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam bersabda,
“Orang renta ialah pintu nirwana yang paling tengah. Jika engkau ingin maka sia-siakanlah pintu itu atau jagalah ia.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Dalam hadits lain dia juga bersabda, “Celaka, celaka, celaka!” Ada yang bertanya,”Siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang mendapati salah satu atau kedua orang tuanya telah berusia lanjut, tetapi tidak membuatnya masuk ke dalam surga.” (HR. Muslim)