Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Puisi Makam Bishop Di Westminster Abbey

Pahatan Puisi pada Salah Satu Makam Bishop
di Westminster Abbey Inggris


Aloha sahabat ezon7
Selamat hariii...
Hari apa sih nihh?? Rabu malam yah? 
Hehee... Maap lupa :D

Seneng sekali, sehabis sekitar dua ahad nggak ngecek blogger - begitu saya buka ternyata pageviews saya menggila. Yang tadinya paling-paling 50 pageviews perhari, kini secara mengejutkan menjadi 2000 an pageviews lebih per hari. 

Wow, Memang sih kalo dibandingin para master-master blogger pastilah saya nggak ada apa-apanya. Tapi ini sudah mahir buat saya. Makasih ya para pengunjung. Well, alasannya yakni kunjungan blog yang melonjak tajam. Saya merasa harus menulis posting yang manis juga nih. Okelah saya coba yahh.

Berawal dari semalam saya buka-buka buku -- eh saya nemuin sebuah puisi manis yang ternyata sudah terkenal. Puisi ini terpahat di sebuah kuburan/makam seorang bishop Anglican (Tahun 1100) yang terdapat di Westminster Abbey.

Seperti apa puisinya?
Simak nih puisi yang mengharu biru lebam hehee


“When I was young and free and my imagination had no limits, 
I dreamed of changing the world.

As I grew older and wiser, 
I discovered the world would not change, 
so I shortened my sights somewhat and decided to change only my country. 
But it too seemed immovable.

As I grew into my twilight years, 
in one last desperate attempt, 
I settled for changing my family, 
those closest to me, 
but ganjal they would have none of it.

And now as I lay on my deathbed, 
I realize:
If I had only changed myself first, 
then by example I might have changed my family.
From their inspiration and encouragement, 
I would then have been able to better my country and who knows. 
I may have even changed the world.”


Aaartinyaa?
Yaah, kalo diterjemahin kedalam bahasa Indonesia kira-kira gini nih...


Ketika saya masih muda dan bebas dan imajinasiku pun tanpa batas, 
aku bermimpi mengubah dunia.

Ketika saya bertambah renta dan bijaksana, 
aku menyadari bahwa dunia tak sanggup kuubah,
maka cita-citaku kupersempit dan kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku. 
Namun sepertinya itupun tak berhasil

Ketika usia senja mulai kujelang,
lewat upaya terakhir yang penuh keputusasaan,
kuputuskan untuk hanya mengubah keluargaku,
karena mereka orang-orang yang paling erat denganku.
Namun sayangnya, 
mereka pun tak kunjung berubah

Dan sekarang, dikala saya berbaring menjelang kematianku, 
tiba-tiba kusadari:
Jika pertama-tama yang kuubah yakni diriku sendiri
maka pola yang kuberikan mungkin sanggup mengubah keluargaku.
dan mungkin ide dan dorongan mereka menciptakan negeriku menjadi lebih baik.
Dan siapa tahu, pada waktu itu saya telah mengubah dunia.


Gimana puisinya, sobat?
Saya rasa sih nggak terlalu sulit untuk dimengerti dan dipahami. Yahh, biasa lah bab tersulitnya yakni praktekinnya :D hehe

Saya jadi inget, tapi saya lupa temen saya yang mana - dulu ia pernah ngomong sama saya kira-kira gini:
"Tau nggak, jangan panggil saya xxx kalo nggak sanggup ngrubah ia (pacarku)"

Giituu...

Waktu itu sih saya manggut-manggut ajaa. Abisan saya waktu Sekolah Menengan Atas emang cupu soal cewek sih - kalo sekaraangg mahh jangan ditanyaa. Semakin cupu :D Hahaa

Nah, balik ke temen saya tadi. Kira-kira gimana alhasil tu korelasi mereka? Emmm, singkat kata aja ya Sob -- beberapa hari kemudian mereka putus. Kurang tau juga sih gimana ceritanya, dan nggak mau menerka-nerka juga ahh. Hehee

Tapi banyak benernya juga sih puisi keren diatas itu. Saya seringkali kepengen merubah si ini - si itu supaya sesuai dengan keinginan saya. Tapi apa hasilnya? Nol. Serius dah, ujung-ujungnya malah mereka kabur ninggalin kita sambil ngomong "Siape luh??!!" dan paling-paling kita cuma sanggup ngumpet di kamar mandi kemudian ngomong "Aku rapopo" 

Hohoohoo :D :D

Melalui banyak sekali kisah yang menelangsain itu, saya lantas berpikir bahwasannya kita nggak sanggup mengubah orang lain, tapi yang kita sanggup yakni mengubah diri sendiri terlebih dulu. Begitu kita berubah maka otomatis, entah bagaimana Alam Semesta mengaturnya -- maka kehidupan kita juga berubah.

Menurut saya nih, kita sebenernya hanyalah pemeran pembantu bagi masing-masing individu. Dan kita sendirilah yang jadi pemeran utama bagi diri kita sendiri.

Plok plok plok
Tepuk tangan doong. Seratus tahun sekali juga belum tentu nih saya yang begini nih. 
Hahahaa

Okelah, Sobat ezon7 dimanapun berada. Semoga goresan pena pendek saya kali ini wacana puisi  yang terpahat di sebuah kuburan/makam seorang bishop Anglican di Westminster Abbey sanggup menjadi pencerahan untuk kita sekalian yaa.

Salam