Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Laporan Pendahuluan / LP Bronkiektasis Lengkap, Download Doc dan Pdf

Teman Sejawat sekalian, tak henti-hentinya kami selalu menyajikan laporan pendahuluan dengan berbagai judul, tak terkecuali kali ini, kali ini kami bagikan laporan pendahuluan / LP bronkiektasis yaitu suatu kelainan yang terjadi pada salah satu sistem alat pernafasan manusia, lebih tepatnya pada bronkus.

Laporan pendahuluan / LP bronkiektasis yang kami bagikan ini telah kami susun selengkap mungkin berdasarkan beberapa refferensi yang telah kami tuliskan pada daftar pustaka. kelengkapan lp bronkiektasis ini mulai dari pengertian, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, pathway, manifestasi klinik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan hingga konsep asuhan keperawatan / askep pada pasien bronkiektasis.

Dan juga untuk mempermudah teman sejawat sekalian laporan pendahuluan / lp bronkiektasis ini telah kami sediakan dalam dua bentuk file dengan format doc dan pdf, yang bisa teman-teman sekalian download melalui link unduhan yang telah kami selipkan diakhir artikel.

Laporan Pendahuluan Bronkiektasis

Pengertian.

Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus ( Soeparman & Sarwono, 1990)

Bronkiektasis berarti suatu  dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial yang disebabkan oleh episode pnemonitis  berulang dan memanjang,aspirasi benda asing, atau massa ( mis. Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial dengan obstruksi ( Hudak & Gallo,1997). 

Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu atau lebih cabang-vabang bronkus yang besar ( Barbara E, 1998).


Klasifikasi

Berdasarkan bronkografi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
  • Bronkiektasis silindris
  • Bronkiektasis fusiform
  • Bronkiektasis kistik atau sakular.

Etiologi

Menurut Suyono(2001) etiologi dari penyakit bronkiektasis adalah :

1. Infeksi

Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderita pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama.Pneumonia ini umumnya merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberculosis paru, dan sebagainya.

2. Kelainan herediter atau kelainan konginetal

Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran penting. Biasanya memiliki ciri mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau dua paru. Biasanya disertai dengan penyakit kongenital lainnya.

3. Obstruksi bronkus

Obstruksi yang dimaksud seperti korpus alienum, karsinoma bronkus dan tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus..

Menurut teori lain bronkiektasis disebabkan oleh :

1. Infeksi primer (bakteri, jamur dan virus)

Bronkiektasis mungkin sebagai sequel dari nekrosis setelah infeksi akibat pengobatan yang buruk atau tidak diobati sama sekali. Infeksi dapat disebabkan oleh kuman tipikal seperti Klebsiela, Staphilococcus aureus, Mycobacterium tuberculosis, Mycoplasma pneumonia, measles, pertusis, influenza, herpes simplex dan beberapa tipe adenovirus. Pada anak respiratory syncytial virus dapat menyebabkan bronkiektasis. Bronkiektasis juga bisa juga disebabkan oleh Mycobacterium avium complex (MAC) yang terjadi pada penderita HIV dan imunokompremis.

2. Obstruksi bronkus

Tumor endobronkial, benda asing atau stenosis bronkus karena penekanan akibat kelenjar getah bening leher yang membesar dapat menyebabkan BE. Sindrom lobus tengah kanan merupakan bentuk spesifik obstruksi bronkus yang akhirnya akan menyebabkan BE karena angulasi abnormal lobus tersebut. Timbulnya obstruksi bronkus dan infeksi kronik merupakan faktor predisposisi terbentuknya bronkiektasis

3. Fibrosis kistik

Ini merupakan penyakit autosomal resesif dengan kelainan utama pada paru dengan gambaran umum bronkiektasis. Bronkiektasis berhubungan dengan fibrosis kistik terjadi secara sekunder karena terkumpulnya mucus pada jalan napas bagian atas dan terjadinya infeksi kronis.

4. Sindroma Young

Gambaran klinis sama denga fibrosis kistik. Sindrom ini ditemukan BE disertai sinusitis dan azoospermia, sering terjadi pada pria usia pertengahan.

5. Diskinesia siliar primer

Manifestasinya adalah immotile dan/atau diskinetik silia dan spermatozoa. Keadaan ini menyebabkan gangguan bersihan mukosilier infeksi berulang dan akhirnya terjadi bronkiektasis. Sindrom Kartagener dengan triad gambaran klinik berupa situs inversus, sinusitis dan bronkiektasis adalah sebagai akibat immobility silia pada saluran napas.

6. Aspergilosis bronkopulmoner alergi

Merupakan reaksi hipersensitiviti terhadap inhalan antigen Aspergilus dengan gambaran bronkospasme, bronkiektasis dan reaksi imunologi oleh spesies Aspergilus. Dikatakan aspergilus bronkopulmoner alergi adalah apabila pada penderita tersebut ditemukan batuk produktif dan juga memiliki riwayat asma yang tidak respons dengan terapi konvensional.

7. Keadaan imunodefisiensi

Imunodefisiensi dapat terjadii secara congenital maupun didapat. Imunodefisiensi ini melibatkan gangguan gangguan fungsi limfosit B. penderita dengan hipogammaglobulinemia biasanya muncul saat anak dengan riwayat sinusitis atau infeksi paru berulang. Penderita HIV/AIDS merupakan implikasi terjadinya bronkiektasis dan digambarkan dengan timbulnya percepatan
kerusakan bronkus karena infeksi berulang.

8. Defek anatomi kongenital

Skuester bronkopulmoner, sindroma Williams-Campbell (defisiensi congenital kartilago), Sindrom Mounier-Kuhn (tracheobronkomegali), Sindrome Swyer-Jamer (unilateral hyperlucent lung) dan sindrom yellow-nail mempermudah timbulnya bronkiektasis.

9. Defisiensi alpha 1-antitripsin

Patogenesisnya belum jelas

10. Penyakit reumatik

Komplikasi rheumatoid arthritis dan sindrom Sjogren dapat terjadi bronkiektasis, tetapi patogenesisnya belum jelas.

11. Traksi bronkiektasis

Ini merupakan distorsi jalan napas sekunder karena distorsi parenkim paru dari fibrosis pulmoner.

12. Merokok

Bagaimana merokok dapat menyebabkan terjadinya bronkiektasis masih belum jelas namun demikian asap rokok dan infeksi berulang dapat mempercepat kerusakan dinding bronkus.


Patofisiologi

Bronkiektasis adalah dilatasi abnormal bronkus, pada daerah proksimal bronkus (diameter > 2 mm) disertai destruksi komponen otot dan jaringan elastik dinding bronkus yang dapat terjadi secara kongenital ataupun didapat karena sebab infeksi kronik saluran napas. Bronkiektasis kongenital terjadi pada bayi dan anak sebagai akibat kegagalan pembentukan cabang-cabang bronkus. Kerusakan komponen otot dan jaringan elastik dinding bronkus merupakan respon tubuh terhadap infeksi berupa proses inflamasi yang melibatkan sitokin, oksida nitrit dan neutrofil protease sehingga terjadi kerusakan pada jaringan alveolar peribronkial dan selanjutnya terjadi fibrosis peribronkial. Akhirnya terjadi kerusakan dinding bronkus dan inflamasi transmural sehingga terjadi dilatasi abnormal bronkus. Pada keadaan ini biasanya ditemukan gangguan pembersihan sekresi (mucous clearance) pada bronkus dan cabang-cabangnya. Kegagalan proses pembersihan sekresi menyebabkan kolonisasi kuman dan timbul infeksi oleh kuman pathogen yang ikut berperan dalam pembentukan mucus yang purulen pada penderita bronkiektasis.

Menurut Brunner dan Suddarth (2002) patofisiologi dari bronkiektasis dimulai dari Infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat, infeksi melebar sampai ke peribronkial, sehingga dalam kasus bronkiektasis sekular, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Brokiektasis biasanya setempat, menyerang lobus segmen paru. Lobus yang paling bawah sering terkena.

Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan alveoli disebelah distal obstruksi mengalami kolaps (atelektasis). Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi. Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang di inspirasi (ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksimia.

Pathway Bronkiektasis


Manifestasi Klinik

Bronkiektasis merupakan penyakit yang sering dijumpai pada usia muda, 69 % penderita berumur  kurang dari 20 tahun. Gejala dimulai sejak masa kanak-kanak, 60 % dari penderita gejalanya timbul sejak umur kurang dari 10 tahun. Gejalanya tergantung dari luas, berat, lokasi ada atau tidaknya komplikasi.

Adapun tanda dan gejala bronkiektasis, antara lain :
  • Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyakterutama pada pagi hari, setelah tiduran dan berbaring. Specimen sputum akan secara khas “membentuk lapisan” menjadi tiga lapisan dari atas, yaitu: lapisan atas berbusa, lapisan tengah yang bening, dan lapisan bawah berpartikel tebal.
  • Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau tidak ada gejala sama sekali ( Bronkiektasisringan ).
  • Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih 200 - 300 cc, disertai demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan kadang-kadang sesak nafas dan sianosis, sputum sering mengandung bercak darah,dan batuk darah.
  • Ditemukan jari-jari tabuh (clubbing finger) pada 30-50 % kasus.
  • Wheezing (bunyi napas mengi)
  • Sianosis
  • Pucat
  • Bau mulut
  • Hemoptisis
  • Infeksi paru berulang.

Bronkiektasis tidak mudah didiagnosis karena gejala-gejalanya dapat tertukar dengan bronchitis kronik. Tanda yang pasti adalah riwayat batuk produktif yang berkepanjangan, dengan sputum yang secara konsisten negative terhadap tuberkel basil.


Pemeriksaan Penunjang

1. Pemerisaan Laboratorium.
  • Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna sputum, sel-sel dan bakteri dalam sputum. 
Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen dan mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat menghasilkan flora normal dari nasofaring, streptokokus pneumoniae, hemofilus influenza, stapilokokus aereus,klebsiela, aerobakter,proteus, pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau busuk  menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.
  • Pemeriksaan darah tepi.
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang  ditemukan adanya leukositosis menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia menunjukkan adanya infeksi yang menahun.
  • Pemeriksaan urin
Ditemukan dalam batas normal, kadang  ditemukan adanya proteinuria yang bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis, Namun Imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal Kadan bisa meningkat atau menurun.
  • Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada komplikasi korpulmonal atau tanda pendorongan jantung. Spirometri pada kasus ringan mungkin normal tetapi pada kasus berat ada kelainan obstruksi dengan penurunan volume ekspirasi paksa 1 menit  atau penurunan kapasitas vital, biasanya disertai insufisiensi pernafasan  yang dapat mengakibatkan :
  • Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi 
  • Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri
  • Hipoksemia
  • Hiperkapnia
  • Pemeriksaan tambahan untuk mengetahui faktor predisposisi dilakukan pemerisaan : Pemeriksaan imunologi, Pemeriksaan spermatozoa, Biopsi bronkus dan mukosa nasal( bronkopulmonal berulang).

2. Pemeriksaan Radiologi.
  • Foto dada  PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar  dan batas-batas corakan menjadi kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang tawon  serta gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai lobus paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya menyilang mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri  dan lobus medius paru kanan.
  • Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu pendereita dengan pneumoni yang terbatas pada suatu tempat dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan konservatif  atau penderita dengan hemoptisis yang masif.

Bronkografi dilakukan sertalah keadaan stabil,setalah pemberian antibiotik dan postural drainage yang adekuat sehingga bronkus  bersih dari sekret.


Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage sekret dan mengobati infeksi.
Penatalaksanaan meliputi :
  • Pemberian antibiotik dengan spekrum luas ( Ampisillin,Kotrimoksasol, atau amoksisilin ) selama 5- 7 hari pemberian
  • Drainage postural dan latihan fisioterapi untuk pernafasan.serta batuk yang efektif untuk mengeluarkan sekret secara maksimal 
Pada saat dilakukan drainage perlu diberikan  bronkodilator  untuk mencegah bronkospasme dan memperbaiki drainage sekret. Serta dilakukan hidrasi yang adekuat untuk mencegah sekret menjadi kental dan dilengkapi dengan alat pelembab serta nebulizer untuk melembabkan sekret.


Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian data dasar

1. Riwayat atau adeanya faktor-faktor penunjang
  • Merokok produk tembakau sebagai factor penyebab utama
  • Tinggal atau bekerja daerah dengan polusi udara berat
  • Riwayat alergi pada keluarga
  • Ada riwayat asam pada masa anak-anak
2. Riwayat atau  adanya faktor-faktor pencetus eksaserbasi seperti :
  • Allergen ( serbuk, debu, kulit, serbuk sari atau jamur)
  • Sress emosional
  • Aktivitas fisik yang berlebihan 
  • Polusi udara
  • Infeksi saluran nafas
  • Kegagalan program pengobatan yang dianjurkan
3. Pemeriksaan fisik berdasarkan focus pada system pernafasan yang meliputi :
  • Kaji frekuensi dan irama pernafasan
  • Inpeksi warna kulit dan warna menbran mukosa
  • Auskultasi bunyi nafas
  • Pastikan bila pasien menggunakan otot-otot aksesori bila bernafas :
  • Mengangkat bahu pada saat bernafas
  • Retraksi otot-otot abdomen pada saat bernafas
  • Pernafasan cuping hidung
  • Kaji bila ekspansi dada simetris atau asimetris
  • Kaji bila nyeri dada pada pernafasan
  • Kaji batuk (apakah produktif atau nonproduktif). Bila produktif tentukan warna sputum.
  • Tentukan bila pasien mengalami  dispneu atau orthopneu
  • Kaji tingkat kesadaran.
4. Pemeriksaan diagnostik meliputi :
  • Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi
  • Sinar X dada memunjukkan peningkatan kapasitas paru dan volume  cadangan
  • Klutur sputum positif bila ada infeksi
  • Esei imunoglobolin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum
  • Tes fungsi paru untuk mengetahui penyebab dispneu dan menentukan apakah fungsi abnormal paru ( obstruksi atau restriksi).
  • Tes hemoglobolin.
  • EKG ( peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF dan aksis vertikal.
5. Kaji persepsi diri pasien

6. Kaji berat badan dan masukan rata-rata cairan dan diet.


Diagnosa keperawatan
  1. Tak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret atau sekresi kental
  2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli
  3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,produksi sputum, dispneu
  4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses penyakit kronis, malnutrisi. 
  5. Ansietas berhubungan dengan takut kesulitan bernafas selama fase eksaserbasi,  kurang pengetahuan tentang pengobatan yang akan dilaksanakan
  6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas

Intervensi keperawatan

Diagnosa Keperawatan. 1

Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi   sekret, sekret kental.

Tujuan : Mempertahakan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.

Kriteria hasil : Menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas( batuk yang     efektif, dan mengeluarkan secret.

Rencana Tindakan :
  • Kaji /pantau frekuensi pernafasan.Catat rasio inspirasi dan ekspirasi. R/ Tachipneu biasanya ada pada beberapa derajat dapat ditemukan pada penerimaan atau selam stress/ proses infeksi akut. Pernafasan melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi
  • Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas. R/  Derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat /tak dimanisfestasikan adanya bunyi nafas.
  • Kaji pasien untuk posisi yang nyaman,Tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada sandaran  tempat tidur. R/  Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan mempergunakan gravitasi. Dan mempermudah untuk bernafas serta membantu menurunkan kelemahan otot-otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
  • Bantu latihan nafas abdomen atau bibir. R/   Untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan menurunkan jebakan udara.
  • Observasi karakteriktik  batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk. R/   Mengetahui keefktifan batuk 
  • Tingkatan masukan cairan samapi 3000ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan hangat dan masukan cairan antara sebagai penganti makan. R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,mempermudah pengeluaran.cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan antara makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekana diafragma.
  • Berikan obat sesuai indikasi. R/   Mempercepat proses penyembuhan.

Diagnosa Keperawatan. 2

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan   kerusakan alveoli.

Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
       
Kriteria hasil : GDA dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 12-  24x/mt,bunyi nafas bersih, tidak ada batuk,frekuensi nadi 60-100x/mt,tidak dispneu.

Rencana Tindakan :
  • Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan serta catat penggunaan otot aksesori. R/  untuk mengevaluasi derajat distress pernafsan/ kronisnya suatu penyakit.
  • Tingikan kepala tempat tidur dan Bantu untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas .Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa. R/  Suplai oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas.
  • Dorong untuk pengeluaran sputum/ penghisapan bila ada indikasi. R/  Sputum menganggu proses pertukaran gas  serta penghisapan dilakukan bila batuk tidak efektif.
  • Awasi tingkat kesadaran / status mental. R/ Manisfestasi umum dari hipoksia
  • Awasi tanda vital dan status jantung. R/ Perubahan tekanan darah menunjukkan efek hipoksia sistemik pada fungsi jantung
  • Berikan oksigen tambahan dan pertahankan ventilasi mekanik dan Bantu intubasi. R/  Dapat memperbaiki atau mencegah terjadinya hipoksia dan kegagalan nafas serta tindakan untuk penyelamatan hidup.

Diagnosa Keperawatan. 3

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,produksi sputum, dispneu

Tujuan  : Peningkatan dalam status nutrisi dan berta badan pasien

Kriteria hasil : Pasien tidak mengalami kehilangan berat badan lebih lanjut atau mempertahankan berat badan.

Rencana tindakan :
  • Pantau masukan dan keluaran tiap 8 jam, jumlah makanan yang dikonsumsi serta timbang berta badan tiap minggu. R/ Untuk mengidentifikasi adanya kemajuan atau penyimpangan dari yang diharapkan
  • Ciptakan suasana yang menyenangkan ,lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan. R/ suasana dan lingkungan yang tak sedap selama waktu makan dapat meyebakan anoreksia
  • Rujuk pasien ke ahli diet untuk memantau merencanakan makanan yang akan dikonsumsi. R/ Dapat membantu pasien dalam merencanakan makan dengan gisi yang sesuai.
  • Dorong klien untuk minum minimal 3 liter cairan perhari, jika tidak mendapat infus. R/ untuk mengatasi dehidrasi pada pasien

Diagnosa Keperawatan. 4

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses penyakit kronis, malnutrisi.

Tujuan : Tidak terjadi/ adanya gejala –gejala infeksi

Kriteria hasil : Tidak terjadi infeksi suhu tbuh berkisar 36-37 0c,Sel darah putih 5000-10000/mm.batuk produktif tidak ada.

Rencana intervensi :
  • Pantau suhu pasien tiap 4 jam, hasil kultur sputum dan hasil pemeriksaan leokusit serta warna dan konsistensi sputum. R/  Untuk mengidentifikasi  kemajuan yang dapat dicapai dan penyimpangan dari sasaran yang diharapkan ( infeksi yang mungkin terjadi ).
  • Lakukan pemeriksaan sputum untuk pemeriksaan kultur. R/Dapat membantu menegakkan diagnosa infeksi saluran nafas dan mengidentifikasi kuman penyebabnya.
  • Berikan nutrisi yan adekuat. R/ malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahan terhadap infeksi.
  • Berikan antibiotik sesuai anjuran dan evaluasi keefektifannya. R/ Sebagai pencegahan dan pengobatan infeksi dan mempercepat proses penyembuhan.

Diagnosa Keperawatan. 5

Ansietas berhubungan dengan takut kesulitan bernafas selama fase eksaserbasi,  kurang pengetahuan tentang pengobatan yang akan dilaksanakan.

Tujuan : Hilangnya ansietas

Kriteria hasil :  Ekspresi wajah rileks, frekuensi nafas antara 12-24 x/mt,frekuensi   nadi 60-100x/mt.

Intervensi Keperawatan :
  • Selama periode distress pernafasan akut : Batasi jumlah dan frekuensi pengunjung, Mulai berikan oksigen lewat kanula sebanyak 2 ltr/mt, Demontrasikan untuk kontrol pernafasan, Ijinkan seseorang untuk menemani pasien, Pertahankan posisi fowler dengan posisi lengan menopang. R/  Membantu pasien untuk mengontrol keadaannya dengan meningkatkan relaksasi  dan meningkatkan jumlah udara yang masuk paru-paru
  • Hindari pemberian informasi  dan instruksi yang bertele-tele/sederhana mungkin ketika pasien mengalami distress dan lakukan pendekatan dengan pasien secara tenang dan menyakinkan. R/   Pasien dapat menerima sedikit informasi dalam keadaan gelisah dan terlalu banyak informasi dapat meningkatkan ansietas dan memberitauhkan apa yang diharpkan makakan dapat membantu penurunan ansietas.
  • Gunakan obat sedatif sesui dengan yang diresepkan. R/ Obat penenang dapat mengontrol tingkat ansietasnya.

Diagnosa Keperawatan. 6

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas

Tujuan :Klien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas

Kriteria hasil : Menurunnya keluhan tentang napas pendek dan lemah dalam melaksanakan aktivitas

Rencana Tindakan
  • Pantau nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah aktivitas. R/  Mengidentifikasi kemabali penyimpangan tujuan yang diharapkan.
  • Berikan bantuan dalam melaksanakan aktivitas sesuai yang diperlukan  dan dilakukan secara bertahap. R/  Dapat mengurangi pengunaan energi yang berlebihan
  • Anjurkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dengan makanan yang mudah dikunyah. R/  Makanan dalam porsi besar sasah dikunyah dan memerlukan banyak energi

Daftar Pustaka
  • Soeparman & Sarwono W, (1998), Ilmu penyakit dalam Jilid II Balai Penerbit FKUI, Jakarta
  • Barbara E.,(1999), Rencana Asuhan keperawatan Medikal- Bedah Volume I, EGC, Jakarta
  • Barbara E.,(1999), Rencana Asuhan keperawatan Medikal- Bedah Volume  III, EGC, Jakarta
  • Barbara C. long,( 1996), Perawatan Medikal Bedah : suatu pendekatan proses keperawatan, Alih bahasa Yayasan ikatan alumni pendidikan keperawatan bandung,Yayasan IAPK, Bandung
  • Hudak & Gallo, ( 1997), Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta
  • Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untuk Perencnaan /pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakarta.
Untuk mendownload laporan pendahuluan / lp bronkiektasis doc dan pdf dibawah.
Link Alternatif
Demikian laporan pendahuluan / LP bronkiektasis lengkap, download doc dan pdf kami bagikan, semoga dapat membantu teman perawat sekalian dalam pembuatan tugas keperawatan khusunya laporan pendahuluan.