Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Latar Belakang Pengeluaran Dekret Presiden 1959, Teks Dekret Presiden 1959, Isi Dekrit Presiden (5 Juli 1959, Presidential Decree 1959.

 mengandung arti sebagai suatu keputusan yang diambil di luar kebiasaan atau sebagai keput Latar Belakang Pengeluaran Dekret Presiden 1959, Teks Dekret Presiden 1959, Isi Dekrit Presiden (5 Juli 1959, Presidential Decree 1959.



Pengertian Dekrit.

         Kata "dekrit" berasal dari bahasa Latin yaitu "decretum", dalam bahasa Perancis "dêcret", dalam bahasa Jerman "dekret", dalam bahasa Inggris "decree", dan dalam bahasa Belanda "decreet". Di zaman Romawi perkataan "decretum" mengandung arti sebagai suatu keputusan yang diambil di luar kebiasaan atau sebagai keputusan yang luar biasa dari kaisar atau para pejabat tinggi (praetor). Menurut Modern American Encyclopedia perkataan "decretum" diartikan sebagai suatu ketetapan dari penguasa mengenai suatu hal yang sedang jadi perkara dan harus menerima penyelesaian secara luar biasa lantaran keadaan tertentu. Sesuai dengan arti dekrit menyerupai diterangkan di atas, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah juga merupakan suatu ketetapan penguasa di dalam keadaan luar biasa untuk menyelamatkan kehidupan bangsa dari aneka macam kemungkinan yang membahayakan.

Dekret Presiden 5 Juli 1959 ialah dekret yang dikeluarkan oleh Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno pada 5 Juli 1959. Isi dekret ini ialah pembubaran Badan Konstituante hasil Pemilu 1955 dan penggantian undang-undang dasar dari Undang-Undang Dasar Sementara 1950 ke Undang-Undang Dasar '45.

Di Indonesia dekrit terjadi 2 kali, yaitu pada masa pemerintahan Soekarno dan pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid.  Adapun dekrit yang berhasil dilakukan ialah pada masa demokrasi parlementer, dalam artian dekrit pada masa ini membawa perubahan yang cukup drastis pada Negara Indoneisa yaitu sebagai pengakhir masa pemerinatahan yang memakai sistem demokrasi parlementer, yang mana demokrasi ini sering dijadikan penyebab utama dari adanya banyak bencana yang sekiranya membahayakan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia, menyerupai tanda-tanda provisialisme, gerakan separatis, jatuh bangunnya kabinet yang dimulai dari kabinet Natsir (1950) hingga kabinet Juanda (1959), dan gagalnya Konstituante dalam merumuskan Undang-Undang Dasar yang baru.


Latar belakang Dekret Presiden 1959.

Dekret Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk memutuskan Undang-Undang Dasar gres sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya hingga tahun 1958 belum berhasil merumuskan Undang-Undang Dasar yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Ir. Soekarno lantas memberikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke Undang-Undang Dasar '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara.

Hasilnya 269 bunyi menyetujui Undang-Undang Dasar 1945 dan 199 bunyi tidak setuju. Meskipun yang menyatakan oke lebih banyak maka pemungutan bunyi ini harus diulang, lantaran jumlah bunyi tidak memenuhi kuorum. Kuorum ialah jumlah minimum anggota yang harus hadir di rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh jumlah anggota) supaya sanggup mengesahkan suatu putusan. Pemungutan bunyi kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan bunyi ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, pada tanggal 3 Juni 1959 Konstituante mengadakan reses (masa perhentian sidang parlemen; masa istirahat dari kegiatan bersidang) yang kemudian ternyata untuk selama-lamanya. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, maka Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Letnan Jenderal A.H. Nasution atas nama Pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu), mengeluarkan peraturan No.Prt/Peperpu/040/1959 yang berisi larangan melaksanakan kegiatan-kegiatan politik. Pada tanggal 16 Juni 1959, Ketua Umum PNI Suwirjo mengirimkan surat kepada Presiden supaya mendekritkan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945 dan membubarkan Konstituante.


Konsepsi Presiden.

Isi Konsepsi Presiden Sebagai berikut.....
  • Sistem Demokrasi Liberal akan diganti dengan Demokrasi Terpimpin.
  • Akan dibuat “Kabinet Gotong Royong”, yang menteri-menteriflya terdiri atas orang-orang dan empat partai besar (PNI, Masyumi, NU, dan PKI).
  • Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri atas golongan-golongan fungsional dalam masyarakat. Dewan mi bertugas memberi nasihat kepada kabinet baik diminta maupun tidak.
  • Partai-partai Masyumi, NU, PSII, Katholik, dan PRI menolak konsepsi ini dan berpenadapat bahwa merubah susunan ketatanegaraan secara radikal harus diserahkan kepada konstituante. Karena keadaan politik semakin hangat maka Presiden Soekarno mengumumkan Keadaan
  • Darurat Perang bagi seluruh wilayah Indonesia. Gerakan-gerakan di tempat kemudian memuncak dengan pemberontakan PRRI dan Permesta. Setelah keadaan kondusif maka
  • Konstituante mulai bersidang untuk menyusun Undang-Undang Dasar. Sidang Konstituante in berlangsung hingga beberapa kali yang memakan waktu kurang lebih tiga tahun, yakni semenjak sidang pertama di Bandung tanggal 10 November 1956 hingga selesai tahun 1958. Akan tetapi sidang tersebut tidak membuahkan hasil yakni untuk merumuskan Undang-Undang Dasar dan hanya merupakan perdebatan sengit.

Pengeluaran Dekret Presiden 1959


Gagalnya konstituante melaksanakan tugasnya dan rentettan bencana politik dan keamanan yang mengguncangkan persatuan dan kesatuan bangsa mencapai klimaknya pada bulan Juni 1959. Akhirnya demi keselamatan negara menurut staatsnoodrecht (hukum keadaan ancaman bagi negara) pada hari Minggu tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekret yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka. 

Berikut ini teks Dekret Presiden (ejaan sesuai aslinya):


DEKRET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG
TENTANG
KEMBALI KEPADA UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Dengan rachmat Tuhan Jang Maha Esa,
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG

Dengan ini menjatakan dengan chidmat:

Bahwa andjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 jang disampaikan kepada segenap rakjat Indonesia dengan amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Sementara;

Bahwa berhubung dengan pernjataan sebagian besar anggota-anggota Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar untuk tidak lagi menghadiri sidang. Konstituante mustahil lagi menjelesaikan kiprah jang dipertjajakan oleh rakjat kepadanja;

Bahwa hal jang demikian menjadikan keadaan-keadaan ketatanegaraan jang membahajakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa, dan Bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masjarakat jang adil makmur;

Bahwa dengan sumbangan penggalan terbesar rakjat Indonesia dan didorong oleh kejakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunja djalan untuk menjelamatkan Negara Proklamasi;

Bahwa kami berkejakinan bahwa Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945 mendjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan ialah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut,

Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,

KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG

Menetapkan pembubaran Konstituante;

Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari tanggal penetapan dekret ini dan tidak berlakunja lagi Undang-Undang Dasar Sementara.

Pembentukan Madjelis Permusjawaratan Rakyat Sementara, jang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnja.

Ditetapkan di Djakarta pada tanggal 5 Djuli 1959
Atas nama Rakjat Indonesia
Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang

SOEKARNO


Penyebab Keluarnya Dekrit Presiden.
 
Alasan dikeluarkannya Dekrit Presiden Sebagai berikut :
  • Kegagalan konstituante dalam memutuskan undang-undang dasar sehingga membawa Indonesia ke jurang kehancuran alasannya ialah Indonesia tidak mempunyai pijakan aturan yang mantap.
  • Situasi politik yang kacau dan semakin jelek
  • Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional
  • Banyaknya partai dalam DPR yang saling berbeda pendapat
  • Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara supaya tujuan partainya tercapai. 
  • Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.
  • Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme.

Isi Dekrit Presiden (5 Juli 1959).

Isi Dekrit Presiden (5 Juli 1959) Sebagai berikut :
  • Pembubaran konstituante
  • Berlakunya kembali UUD1945,
  • Tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar S 1950
  • Pemakluman bahwa pembentukan MPRS dan DPAS akan dilakukan dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Pengaruh Dekrit Presiden.

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka negara kita mempunyai kekuatan aturan untuk menyelamatkan negara dan bangsa Indonesia dan ancaman perpecahan.Sebagai tindak lanjut dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka dibentuklah beberapa forum negara yakni: Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR - GR). Dalam pidato Presiden Soekarno berpidato pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Pidato yang populer dengan sebutan “Manifesto Politik Republik Indonesia” (MANIPOL) ini oleh DPAS dan MPRS dijadikan sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Isi dan Penjelasan Dekrit Presiden (5 Juli 1959) dan Pengaruhnya

Menurut Presiden Soekarno bahwa inti dan Manipol ini ialah Undang- Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. Kelima inti manipol ini sering disingkat USDEK. Dengan demikian semenjak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mempunyai efek yang besar dalam kehidupan bemegara ini baik di bidang politik, ekonomi maupun sosial budaya. Dalam bidang politik, semua forum negara harus berintikan Nasakom yakni ada unsur Nasionalis, Agama, dan Komunis. Dalam bidang ekonomi pemerintah menerapkan ekonomi terpimpin, yakni kegiatan ekonomi terutama dalam bidang impor hanya dikuasai orang- orang yang mempunyai hubungan erat dengan pemerintah. Sedangkan dalam bidang sosial budaya, pemerintah melarang budaya-budaya yang berbau Barat dan dianggap sebagai bentuk penjajahan gres atau Neo Kolonialis dan imperalisme (Nekolim) alasannya ialah dalam hal ini pemerintah lebih condong ke Blok Timur.

Tujuan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Tujuan dikeluarkan dekrit Presiden Ialah Untuk Menyelesaikan Problem atau perkara yang menimpa negara indonesia semakin tidak menentu dan tak terkendali bertujuan menyelamatkan negara.

Dampak Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Dampak Dekrit Presiden 5 juli 1959 terbagi dua yaitu Dampak negatif dan dampak positif, berikut Urainnya.

Dampak Positif


Adapun dampak positif Dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Ialah :
Memberikan ajaran yang jelas, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 bagi kelangsungan negara.
Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.
Merintis pembentukan forum tertinggi negara, yaitu MPRS dan forum tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda pembentukannya.

Dampak Negatif

Dari dampak positif dekrit Presiden , terdapat pula dampak negatif dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 juli 1959 Seperti berikut ini
  • Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan forum tinggi negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut hingga Orde Baru.
  • Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa hingga sekarang.
  • Ternyata Undang-Undang Dasar 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Undang-Undang Dasar 45 yang harusnya menjadi dasar aturan konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka