Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bukan Dari Mrapen, Ini Sumber Api Asian Games 1962

Bukan dari Mrapen, Ini Sumber Api Asian Games 1962Dian Sastro dan Mikha Tambayong Siap Bawa Obor Asian Games 2018 (Agung Pambudhy/detikcom)

Jakarta -

Bila disebut Mrapen, sebagian masyarakat pasti eksklusif mengenal dan mengingatnya sebagai sumber api abadi. Dari sanalah sumber api obor Pekan Olahraga Nasional yang rutin digelar di Tanah Air biasa diambil. Begitu pun ketika pesta olahraga Internasional Ganefo pada 1 November 1963, api obornya diambil dari tempat Grobogan, Jawa Tengah. Tak terkecuali Asian Games kali ini memadukan api Mrapen dengan api infinit di Stadion Nasional Dhyan Chand, New Delhi, India.

Tapi, bila disebut Majakerta, boleh jadi tak ada yang mengenalnya. Padahal dari sanalah sumber api obor Asian Games IV 1962 diambil. Desa Majakerta berada di Kecamatan Balongan-Indramayu, Jawa Barat. Masyarakat sekarang lebih mengenal Balongan alasannya di sana kemudian dibangun kilang minyak milik Pertamina.

Pertamina membebaskan lahan semenjak 1991 dan menggusur beberapa desa di sana. Kilang Balongan mulai aktif beroperasi semenjak 1995 di bawah kendali Pertamina.

"Api diambil pada 9 Agustus 1962 oleh Wakil Residen Cirebon, Bupati Widagdo, yang mewakili Gubernur Jawa Barat. Pesepakbola Witarsa ditunjuk menjadi pelari pertama pembawa obor dan pebulutangkis Olich Solichin ditunjuk sebagai pelari terakhir," tulis Muhammad Yuanda Zara, dosen Ilmu Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta, di situs historia.id.

Panitia Asian Games 1962, ia melanjutkan, menganggap pawai obor sebagai kesempatan istimewa untuk mempersatukan pejabat pemerintah, atlet, dan masyarakat dalam satu semangat: semangat olahraga. Keberhasilan pawai obor akan menunjukkan optimalnya persiapan yang dilakukan tuan rumah, tak hanya untuk urusan teknis, menyerupai kemudahan olahraga dan penginapan atlet, tapi juga dalam hal yang sifatnya seremonial.

Karena itu, panitia mempersiapkan pawai obor dengan detail. Prosedur pembawaan obor disusun secara cermat sehingga menarik secara visual dan efisien secara teknis.

Pawai obor mendorong masyarakat tempat setia berkumpul di tepi jalan guna menyambut para pembawa pembawa obor dan kemudian mendengarkan siaran RRI, menonton siaran TVRI (yang dibentuk untuk menyiarkan Asian Games), dan membaca informasi perkembangan Asian Games di aneka macam koran. Pawai obor memberikan pesan bahwa Asian Games bukan hanya pesta warga Jakarta, tapi juga perayaan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Sejarawan Depdiknas Amin Rahayu menambahkan total pelari yang membawa api obor dari Majakerta ke Jakarta sebanyak 700 orang secara bergantian. Mereka melintasi belasan kota di Jawa Barat, menyerupai Cirebon, Kadipaten, Sumedang, Bandung, Sukabumi, dan Bogor. Total jarak yang ditempuh sampai Jakarta ialah 470 km.

"Di Jakarta, api obor sempat menginap selama empat hari di kantor gubernur," kata penulis buku 'Asian Games IV 1962, Motivasi, Capaian, Serta Revolusi Mental dan Keolahragaan di Indonesia' itu ketika ditemui detikcom beberapa waktu kemudian di kediamannya, Depok.

Atlet Effendi Saleh, juara decathlon, menjadi pembawa obor ke dalam stadion dan menyalakannya di cauldron. Nyala api yang berkobar merupakan simbol semangat para atlet selama pertandingan.