Menapak Usia 91 Tahun, Ini Heroiknya Sukiyarno Perang Lawan Jepang
Blitar -Sukiyarno yakni satu-satunya anggota tentara Pembela Tanah Air (Peta) Blitar yang tersisa. Lelaki berusia 91 tahun ini, masih nampak sehat. Dia juga masih setia menunggu Kantor Pejuang Perintis Kemerdekaan yang berada di areal monumen Peta di Jalan Sudanco Supriyadi Kota Blitar.
Dulu di gedung renta bercat hijau inilah, Peta Daindan (Batalyon) Blitar terbentuk. Bangunan yang dibagi menjadi dua bab ini menjadi markas komando Peta Batalyon Blitar. Ada 350 warga Blitar menjadi anggotanya.
"Satu persatu sobat saya di Peta meninggal. Tinggal saya setiap hari menunggu gedung ini hingga mati," ucapnya mengawali cerita, Selasa (14/8/2018).
Ketika pemberontakan Peta terjadi 14 Februari 1945 gagal, sebanyak 78 anggota ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Enam orang divonis mati, enam orang dieksekusi seumur hidup. Dan sisanya dieksekusi sesuai kesalahannya masing-masing.
Sukiyarno mengaku, tanggal 14 Februari siang ia masih bertemu Supriyadi. Menurut Sukiyarno, Supriyadi tidak ikut ditangkap bersama 78 anggota. Katanya, Supriyadi mendatangi satu per satu anggota di Batalyon Blitar.
"Saat saya tanya, mau ke mana Pak. Jawabnya yo arep ngulon, pokok e ngulon (mau ke barat. Pokoknya mau ke barat)," ungkapnya.
Namun esok harinya, ia tak lagi bertemu komandannya itu hingga dikala ini. Ketika pagi usai latihan perang, Sukiyarno bersama seorang rekannya dimasukkan kendaraan beroda empat sedan warna hitam.
"Tanggal 15 Februari pagi, saya dan Moekiran orang Talun tiba-tiba dinaikkan sedan. Ternyata kami dibawa ke Kampetei Kediri. Di sana saya disiksa suruh ngaku jikalau kerjasama dengan Supriyadi. Dua malam saya ditaruh di sangkar anjing herder," bebernya.
Sukiyarno beruntung. Dia hanya ditahan selama dua malam. Lelaki kelahiran 27 Agustus 1927 ini membawa luka sayatan samurai ditangan kirinya, pulang. Saat dibebaskan, ia harus jalan kaki dari Kediri menuju rumahnya di tempat Sananwetan Kota Blitar.
Sepulang dari Kediri, Sukiyarno mendengar banyak temannya dieksekusi di hutan wilayah Nganjuk. Mereka ditinggalkan begitu saja oleh tentara Jepang di dalam hutan, dan tidak boleh keluar dari areal itu. Ada juga yang kabarnya dipancung di wilayah Blitar selatan.
Selang tujuh bulan kemudian, posisi Jepang mulai melemah di Indonesia. Hingga proklamasi kemerdekaan dikumandangkan 17 Agustus 1945.
"Setelah kemerdekaan, Peta dibubarkan. Saya masuk di Tentara Perintis Kemerdekaan. Saat inilah saya ikut perang besar," tutur bapak dengan sembilan anak ini.
Dalam sejarah perjuangan, Kota Blitar tak pernah tercatat sebagai lokasi terjadinya pertempuran besar. Namun sebagian tentara Peta yang tersisa kemudian bergabung dalam Tentara Perintis Kemerdekaan. Beberapa perang mempertahankan kemerdekaan dilakoni tentara ini. Pertempuran 10 Nopember di Surabaya, diakui Sukiyarno paling mengesankan.
"Waktu perang di Pesapen, tempat saya bangun dibombamdir peluru dan bom. Ada yang meledak hanya lima meter di depan saya. Saya tiarap di lobang bekasnya bom itu. Kalau ndak, mungkin sudah hancur berkeping-keping badan saya waktu itu," ungkapnya.
Namun jawaban ledakan yang memekakkan indera pendengaran itu, Sukiyarno hilang pendengaran di indera pendengaran kiri. Beberapa perang masa aksi militer Belanda I yakni 21 Juli - 5 Agustus 1947. Juga perang dalam aksi militer Belanda II, 19 Desember 1948 masih tetap dilakoninya.
Ketika sudah tak ada perang, Sukiyarno gres berani tetapkan menikah. Dia mempersunting gadis asal Kediri. Pasangan ini dikaruniai sembilan anak.
"Alhamdulillah sembilan anak saya semuanya jadi sarjana. Kalau zaman saya tantanganya penjajah. Zaman anak saya harus pinter semua. Karena tantangannya melawan kebodohan semoga dapat mengisi kemerdekaan," pungkasnya.
Simak Juga 'Kisah Veteran Pro Integrasi Berkunjung ke Jakarta':