Pengaruh Penjajahan Inggris Di Indonesia Dan Kebijakan - Kebijakan Stamford Raffles Memimpin Indonesia.
Sejarah Penjajahan Inggris di Indonesia.
Inggris secara resmi menjajah Indonesia lewat perjanjian Tuntang (1811) dimana perjanjian Tuntang memuat perihal kekuasaan belanda atas Indonesia diserahkan oleh Janssens (gubernur Jenderal Hindia Belanda) kepada Inggris. Namun sebelum perjanjian Tuntang ini, sebetulnya Inggris telah tiba ke Indonesia jauh sebelumnya. Perhatian terhadap Indonesia dimulai sewaktu penjelajah F. Drake singgah di Ternate pada tahun 1579. Selanjutnya ekspedisi lainnya dikirim pada selesai kurun ke-16 melalui kongsi dagang yang diberi nama East Indies Company (EIC). EIC mengemban misi untuk kekerabatan dagang dengan Indonesia. Pada tahun 1602, armada Inggris hingga di Banten dan berhasil mendirikan Loji disana. Pada tahun 1904, Inggris mengadakan perdagangan dengan Ambon dan Banda, tahun 1909 mendirikan pos di Sukadana Kalimantan, tahun 1613 berdagang dengan Makassar (kerajaan Gowa), dan pada tahun 1614 mendirikan loji di Batavia (jakarta). Dalam perjuangan perdagangan itu, Inggris mendapat perlawanan berpengaruh dari Belanda. Belanda tidak segan-segan memakai kekerasan untuk mengusir orang Inggris dari Indonesia. Setelah terjadi bencana Ambon Massacre, EIC mengundurkan diri dari Indonesia dan mengarahkan perhatiannya ke tempat lainnya di Asia tenggara, ibarat Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam hingga memperoleh kesuksesan. Inggris kembali memperoleh kekuasaan di Indonesia melalui keberhasilannya memenangkan perjanjian Tuntang pada tahun 1811. Selama lima tahun (1811 – 1816), Inggris memegang kendali pemerintahan dan kekuasaanya di Indonesia.
Inggris secara resmi menjajah Indonesia lewat perjanjian Tuntang (1811) dimana perjanjian Tuntang memuat perihal kekuasaan belanda atas Indonesia diserahkan oleh Janssens (gubernur Jenderal Hindia Belanda) kepada Inggris. Namun sebelum perjanjian Tuntang ini, sebetulnya Inggris telah tiba ke Indonesia jauh sebelumnya. Perhatian terhadap Indonesia dimulai sewaktu penjelajah F. Drake singgah di Ternate pada tahun 1579. Selanjutnya ekspedisi lainnya dikirim pada selesai kurun ke-16 melalui kongsi dagang yang diberi nama East Indies Company (EIC). EIC mengemban misi untuk kekerabatan dagang dengan Indonesia. Pada tahun 1602, armada Inggris hingga di Banten dan berhasil mendirikan Loji disana. Pada tahun 1904, Inggris mengadakan perdagangan dengan Ambon dan Banda, tahun 1909 mendirikan pos di Sukadana Kalimantan, tahun 1613 berdagang dengan Makassar (kerajaan Gowa), dan pada tahun 1614 mendirikan loji di Batavia (jakarta). Dalam perjuangan perdagangan itu, Inggris mendapat perlawanan berpengaruh dari Belanda. Belanda tidak segan-segan memakai kekerasan untuk mengusir orang Inggris dari Indonesia. Setelah terjadi bencana Ambon Massacre, EIC mengundurkan diri dari Indonesia dan mengarahkan perhatiannya ke tempat lainnya di Asia tenggara, ibarat Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam hingga memperoleh kesuksesan. Inggris kembali memperoleh kekuasaan di Indonesia melalui keberhasilannya memenangkan perjanjian Tuntang pada tahun 1811. Selama lima tahun (1811 – 1816), Inggris memegang kendali pemerintahan dan kekuasaanya di Indonesia.
Penjajahan Inggris di Indonesia (1811 - 1816).
Penjajahan Inggris di Indonesia berlangsung singkat yaitu sekitar 5 tahun. Inggris menguasai pulau Jawa sehabis melaksanakan penyerangan dengan memakai 60 kapal dan berhasil menguasai Batavia pada 26 Agustus 1811 kemudian diteruskan dengan Kapitulasi Tuntang pada 18 September 1811 Belanda menyerahkan Indonesia kepada Inggris.
Kebijakan Stamford Raffles Memimpin Indonesia.
Saat itu yang memimpin Indonesia yaitu Stamford Raffles yang mempunyai kebijakan - kebijakan diantaranya :
Pemerintahan
Raffles membagi pulau Jawa menjadi 16 Karesidenan, sistem ini diteruskan Belanda hingga selesai pendudukan di Indonesia. Dengan adanya sistem karesidenan ini memudahkan Inggris dalam mengorganisir pemerintahan. Selain itu juga mengubah sistem pemerintahan ke corak barat.
Bidang Ekonomi
Penghapusan kewajiban flora ekspor menjadi awal kebijakan Raffles, selain itu Raffles juga menghapus pajak hasil bumi (Contingenten) serta sistem penyerahan wajib (Verplichte leverentie) yang dahulu diterapkan oleh VOC. Raffles melaksanakan sistem sewa tanah untuk mendapat pemasukan kas Inggris. Namun pelaksanaannya mengalami kegagalan, ada 3 faktor yang menjadi penyebab kegagalan yaitu : Sulitnya memilih jumlah pajak tanah alasannya harus melaksanakan pengukuran dan penelitian perihal kesuburan tanah, Sistem uang sebagai pajak yang harus dibayar belum berlaku sepenuhnya di masyarakat Indonesia, Kepemilikan tanah masih bersifat tradisional
Pada bidang hukum, Raffles mengubah pelaksanaan aturan yang sebelumnya pada pemerintahan Daendels berorientasi pada ras (warna kulit) namun pada masa Raffles lebih cenderung pada besar kecilnya kesalahan.
Sosial
Raffles menghapus adanya kerja rodi dan perbudakan, namun dalam kenyataannya Raffles juga melaksanakan pelanggaran undang - undang dengan melaksanakan aktivitas serupa.
Ilmu Pengetahuan.
Pada bidang Ilmu pengetahuan Raffles menulis suatu buku yang dinamakan History of Java di London 1817. Selain itu ia juga menulis buku History of the East Indian Archipelago. Raffles mendukung perkumpulan Bataviaach Genootschap serta melaksanakan temuan berupa bunga Rafflesia Arnoldi. Raffles juga pernah mengundang para andal pengetahuan dari luar negeri untuk melaksanakan penelitian - penelitian di Indonesia. Raffles menemukan bunga raksasa yang diyakini sebagai bunga terbesar di dunia bersama seroang berjulukan Arnoldi.
Pemerintahan
Raffles membagi pulau Jawa menjadi 16 Karesidenan, sistem ini diteruskan Belanda hingga selesai pendudukan di Indonesia. Dengan adanya sistem karesidenan ini memudahkan Inggris dalam mengorganisir pemerintahan. Selain itu juga mengubah sistem pemerintahan ke corak barat.
Bidang Ekonomi
Penghapusan kewajiban flora ekspor menjadi awal kebijakan Raffles, selain itu Raffles juga menghapus pajak hasil bumi (Contingenten) serta sistem penyerahan wajib (Verplichte leverentie) yang dahulu diterapkan oleh VOC. Raffles melaksanakan sistem sewa tanah untuk mendapat pemasukan kas Inggris. Namun pelaksanaannya mengalami kegagalan, ada 3 faktor yang menjadi penyebab kegagalan yaitu : Sulitnya memilih jumlah pajak tanah alasannya harus melaksanakan pengukuran dan penelitian perihal kesuburan tanah, Sistem uang sebagai pajak yang harus dibayar belum berlaku sepenuhnya di masyarakat Indonesia, Kepemilikan tanah masih bersifat tradisional
Hukum
Pada bidang hukum, Raffles mengubah pelaksanaan aturan yang sebelumnya pada pemerintahan Daendels berorientasi pada ras (warna kulit) namun pada masa Raffles lebih cenderung pada besar kecilnya kesalahan.
Sosial
Raffles menghapus adanya kerja rodi dan perbudakan, namun dalam kenyataannya Raffles juga melaksanakan pelanggaran undang - undang dengan melaksanakan aktivitas serupa.
Ilmu Pengetahuan.
Pada bidang Ilmu pengetahuan Raffles menulis suatu buku yang dinamakan History of Java di London 1817. Selain itu ia juga menulis buku History of the East Indian Archipelago. Raffles mendukung perkumpulan Bataviaach Genootschap serta melaksanakan temuan berupa bunga Rafflesia Arnoldi. Raffles juga pernah mengundang para andal pengetahuan dari luar negeri untuk melaksanakan penelitian - penelitian di Indonesia. Raffles menemukan bunga raksasa yang diyakini sebagai bunga terbesar di dunia bersama seroang berjulukan Arnoldi.
Adanya gejolak di Eropa atas situasi Inggris dan Belanda berdampak pula bagi pemerintahan Indonesia di bawah Inggris. Ditandatanganinya perjanjian London yang berisi bahwa Belanda mendapat kembali jajahannya pada 1814 menjadi selesai dari pemerintahan Inggris di Indonesia. Belanda secara resmi kembali menguasai Indonesia sejak tahun 1816.
Kebijakan Sewa Tanah Masa Pemerintahan Raffles.
Setelah Inggris menguasai Indonesia, Raffles ditunjuk untuk menjadi Gubernur EIC (East Indies Company) di Indonesia yang diangkat pada 19 Oktober 1811 dan menjabat selama lima tahun (1811 - 1816). Raffles yang menjabat sebagai Gubernur melaksanakan perubahan - perubahan baik di bidang ekonomi maupun pemerintahan. Kebijakan Contingenten yang sebelumnya diterapkan oleh pemerintahan Daendels kemudian diganti dengan kebijakan sistem sewa tanah (Landrent). Dengan adanya kebijakan ini, pribumi harus membayar sewa atas tanah mereka, alasannya semua tanah dianggap milik negara.
Pokok Sistem Sewa Tanah.
- Kerja paksa dan penyerahan wajib yang pernah berlaku dihapuskan.
- Hasil pertanian oleh pribumi diambil pribadi oleh pemerintah tanpa adanya mediator dari bupati
- Rakyat harus membayar tanah atas kepemilikan tanah yang mereka pergunakan kepada pemerintah.
- Kegagalan Sistem Sewa Tanah
- Sulitnya memilih pajak untuk luas yang berbeda - beda kepada pemilik tanah
- Sulitnya memilih tingkat kesuburan suatu tanah
- Terbatasnya jumlah pegawai
- Sistem uang belum sepenuhnya berlaku di masyarakat pedesaan
Pembagian Wilayah Pada Masa Pemerintahan Raffles.
Kebijakan selanjutnya yang dilakukan oleh Raffles yaitu dengan membagi wilayah Jawa menjadi 16 tempat karesidenan. Kebijakan ini dilakukan semoga pemerintahan Inggris lebih gampang dalam melaksanakan pengawasan terhadap tempat - tempat di pulau Jawa. Setiap residen tersebut dikepalai oleh seorang residen dan ajudan residen. 16 Karesidenan tersebut diantaranya Madura, Banyuwangi, Besuki, Pasuruan, Surabaya, Gresik, Rembang, Jepara, Jipang-Grobogan, Kedu, Semarang, Pekalongan, Tegal, Cirebon, Batavia dan Banten. Untuk wilayah pedalaman yaitu pada Kasunana Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta wilayah tersebut mencakup Mancanegara Wetan dan Mancanegara Kilen.
Setelah memilih 16 karesidenan, kemudian karesidenan tersebut dibagi menjadi wilayah kabupaten yang dipimpin oleh seorang bupati. Bupati tersebut dibantu oleh seorang patih yang bertugas sebagai pengawas teritorial. Kepala residen membawahi bidang pemerintahan, peradilan serta pajak negara.